BANDA ACEH, HARIANHALUAN.ID – Sinergi antara jurnalis dan perempuan paralegal lingkungan hidup menjadi strategi penting dalam memperkuat advokasi masyarakat Aceh terhadap isu lingkungan.
Pernyataan ini disampaikan dalam Temu dan Konsolidasi Perempuan Paralegal Lingkungan Hidup yang digelar Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA) di Hotel Rasamala, Setui, Banda Aceh, Rabu (22/10/2025).
Kegiatan ini dihadiri perwakilan perempuan paralegal dari 15 kabupaten/kota di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan sekitarnya.
Turut menjadi narasumber perwakilan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Aceh, Nurul Hasanah, dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Reza Munawir.
Nurul Hasanah, yang juga jurnalis Antara Aceh, menekankan bahwa kolaborasi antara jurnalis perempuan dan paralegal sangat strategis.
Menurutnya, paralegal berperan sebagai penghubung antara masyarakat dengan lembaga hukum dan pemerintah, memberikan akses keadilan, serta membantu masyarakat memahami hak atas tanah, air, dan udara bersih.
Sementara jurnalis berfungsi menyuarakan isu tersebut ke publik dan menekan pengambil kebijakan untuk bertindak adil.
“Dengan pendampingan paralegal, masyarakat tidak lagi menjadi korban pasif dari kebijakan atau proyek yang merugikan lingkungan. Jurnalis dan paralegal memiliki misi yang sama: memperjuangkan kebenaran dan keadilan lingkungan. Kolaborasi ini memastikan suara masyarakat terdengar hingga ke pengambil keputusan,” ujar Nurul.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Reza Munawir, menambahkan bahwa kehadiran jurnalis di lapangan, didukung data dan jaringan paralegal, membuat advokasi lebih kuat dan berdampak.
“Paralegal memiliki bukti dan jaringan yang luas di lapangan. Jurnalis kemudian menyuarakan fakta ini melalui media, sehingga isu tidak hanya berhenti di komunitas lokal, tetapi terdengar hingga tingkat pengambil kebijakan,” jelas Reza.
Rubama, Community Empowerment Manager HAkA, menjelaskan bahwa sejak 2018 pihaknya telah membina 158 perempuan paralegal melalui pelatihan dasar dan lanjutan di berbagai kabupaten/kota di Aceh.
Pelatihan ini mencakup materi hak atas lingkungan hidup, tindak pidana lingkungan, advokasi sederhana, serta penguatan hukum di tingkat komunitas.
Dengan bekal ini, paralegal mampu mendampingi masyarakat menghadapi kasus perusakan lingkungan, konflik penggunaan tanah, maupun proyek yang mengancam ekosistem setempat.
Selain itu, kegiatan ini menjadi forum berbagi pengalaman bagi perempuan paralegal, termasuk strategi menghadapi hambatan hukum, penyusunan laporan lingkungan, hingga cara mengadvokasi isu secara efektif ke media dan pemerintah.
Ia mengatakan, kemampuan jurnalis dan paralegal dalam bekerja sama dapat memicu perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat dan keberlanjutan lingkungan. (*)














