Menanggapi tudingan publik bahwa dana yang disimpan di bank menjadi ajang “bermain bunga” bagi oknum pejabat daerah, Prof. Djo menegaskan sistem keuangan daerah saat ini sudah sangat transparan dan diawasi ketat.
“Tidak benar kalau bunga deposito itu diambil pejabat. Semua diatur dan diawasi. Boleh memang menaruh dana di deposito jangka pendek, tapi bunganya masuk ke kas daerah, bukan ke pribadi,” tegasnya.
Menurutnya, praktik penempatan dana di deposito biasanya dilakukan oleh daerah dengan kemampuan fiskal kuat seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Badung, Tanah Bumbu, atau Kutai Kartanegara, yang memiliki cadangan dana besar dan pembayaran kegiatan baru jatuh tempo beberapa bulan kemudian.
“Itu pun jangka pendek, dan sistem administrasinya sekarang sudah sangat ketat. KPK dan Kemendagri ikut mengawasi,” ujarnya.
Prof. Djo menilai, lambatnya serapan juga dipengaruhi oleh kerumitan prosedur birokrasi dan ketakutan pejabat terhadap risiko hukum.
“Kepala daerah ingin cepat, tapi birokrasi harus hati-hati. Takut nanti kalau ada kesalahan, dianggap melanggar hukum. Akhirnya, semua jadi lambat. Ini yang perlu diperbaiki, deregulasi dan penyederhanaan prosedur pengadaan barang dan jasa,” katanya.
Ia menekankan pentingnya reformasi regulasi agar birokrasi daerah lebih efisien tanpa mengorbankan akuntabilitas. “Perlu ada perbaikan serius di sistem administrasi dan birokrasi supaya tidak terus-menerus terjadi perlambatan setiap tahun,” tambahnya.














