JAKARTA, HARIANHALUAN.ID – Beberapa hari lalu, Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Karim Khan, mengajukan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant serta tiga pemimpin Hamas atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza.
Menyikapi langkah ICC, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon, mengapresiasi langkah jaksa institusi internasional yang berbasis di Den Haag tersebut.
”Tentu saja, inisiatif surat pengajuan tersebut layak diapresiasi dan sangat positif. Ini bentuk lain dari tekanan keras agar Israel segera menghentikan aksi genosidanya dan mematuhi hukum internasional. Paling penting juga, inisiatif ini merupakan upaya mendorong dunia yang lebih tertib, beradab, dan tanpa impunitas,” ujar Fadli menjelaskan.
Kendati demikian, politisi yang kembali terpilih sebagai anggota DPR dari Dapil Jabar V itu mempertanyakan keputusan jaksa ICC yang juga akan menangkap tiga pemimpin Hamas yaitu Ismail Haniyeh, Mohammed Diab Ibrahim Masri, dan Yahya Sinwar.
”Publik internasional bisa mencerna Netanyahu dan Menhan Gallant yang ditangkap. Tapi jika tokoh perlawanan Hamas Palestina juga akan ditangkap, ini sulit diterima dan absurd. Pihak Palestina adalah korban, bukan pelaku kejahatan. Bahkan jika krisis di Gaza saat ini lantaran diduga disulut serangan perlawanan 7 Oktober lalu, ini tidak bermakna bahwa Hamas diduga memikul tanggung jawab kejahatan perang dan kemanusiaan. Ini juga tak bisa dijadikan dalih oleh Israel untuk melakukan genosida. Seharusnya jaksa ICC melihat dari spektrum yang lebih komprehensif termasuk dari sudut sejarah. Karena itu, komunitas internasional harus menyerukan penolakan penangkapan para pemimpin pejuang perlawanan,” kata Fadli.
Fadli menekankan kembali bahwa tindakan perlawanan pada 7 Oktober tahun lalu tidak hadir dari ruang hampa, tapi akumulasi dari banyak variabel yang masuk akal dan dapat diterima.
”Selama lebih dari tujuh dasawarsa, rakyat Palestina didera berbagai penderitaan berat, dibunuhi, dijarah, diusir, dikriminalisasi, dan didiskriminasi. Mereka korban dari kebijakan standar ganda dunia dan kebisuan komunitas internasional. Penderitaan lebih parah lagi terjadi di Jalur Gaza karena sejak 2007 diblokade, sehingga wilayah kantung itu menjelma sebagai penjara terbesar di dunia dengan tidak terpenuhinya akses kebutuhan mendasar manusia bahkan yang paling minimal. Aspek-aspek inilah yang harus dipahami jaksa ICC,” papar dia.
Pada sisi lain, doktor lulusan UI itu mengingatkan ihwal urgensi tindak lanjut surat pengajuan penangkapan jaksa ICC itu. ”Kita harus mendorong komunitas internasional untuk memastikan langkah-langkah konkret berikutnya. Jika tidak, itu hanya akan menjadi pepesan kosong,” ujar dia.
Menurut Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra itu bahwa ada sejumlah langkah konkret yang bisa dilakukan. ”Pertama, kita harus menggalang kekuatan global untuk mendukung para hakim ICC agar secepatnya menerbitkan surat perintah penangkapan tersebut. Kita harus memastikan para hakim tersebut aman, berani, independen dan obyektif. Kita harus melawan pihak-pihak yang menyerang balik ICC. Saya mengecam ancaman dari beberapa anggota DPR AS kepada ICC,” ungkap dia.
Kedua, memastikan bahwa surat penangkapan yang akan diterbitkan ICC tersebut hanya menyasar pelaku utama kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Gaza.
“Sekali lagi, memasukkan tiga tokoh pejuang Hamas yang akan ditangkap tidak dapat diterima. Semua orang melihat secara terang benderang bahwa Israel pelaku genosida sebenarnya terhadap lebih dari 35.000 penduduk Gaza, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Israel membumihanguskan Gaza, hampir dua juta warga Gaza kini berstatus pengungsi, bantuan kemanusiaan dihambat bahkan diserang, dan terakhir terungkap kuburan-kuburan massal warga Gaza,” kata Fadli.
Langkah konkret ketiga, sambung Fadli, mendesak komitmen 124 negara anggota ICC untuk mematuhi keputusan ICC untuk menangkap para pelaku kejahatan perang dan kemanusiaan di Jalur Gaza.
“Jika panel hakim ICC benar-benar telah menerbitkan keputusan surat penangkapan terhadap pelaku kejahatan perang dan kemanusiaan di Jalur Gaza, harus dipastikan bahwa semua negara anggota ICC mendukung keputusan tersebut, termasuk pembekuan aset,” imbuh politisi yang juga Wakil Presiden the League of Parliamentarians for Al Quds and Palestine, organisasi global pro Palestina yang berbasis di Istanbul.
Pada sisi lain, Fadli kembali menegaskan komitmen DPR di berbagai forum parlemen untuk mendukung Palestina termasuk penyelesaian genosida yang terjadi di Jalur Gaza.
“Saya menyokong sekitar 100 anggota parlemen Inggris yang baru-baru ini mendesak pemerintah untuk mendukung ICC terkait surat penangkapan terhadap petinggi-petinggi Israel termasuk Netanyahu. Ini akan menjadi angin segar bagi DPR untuk terus menyuarakan perjuangan bangsa Palestina di banyak forum parlemen,” pungkas dia. (*)