Momen Harganas, Menko PMK Optimistis Angka Stunting Di Bawah 20%, Perkawinan Anak Menurun

 

HARIANHALUAN.ID – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengapresiasi gerakan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting yang dilakukan di seluruh Indonesia. Ia juga optimistis angka stunting di 2024 berada di bawah 20 persen.

Hal itu dikemukakan Menko PMK, Muhadjir Effendy, mewakili Presiden, dalam sambutannya pada peringatan puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 Tahun 2024 yang diselenggarakan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sabtu (29/6/2014), di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Kota Semarang, Jawa Tengah.

“Alhamdulillah target 95 persen balita seluruh Indonesia yang diukur dan ditimbang (di posyandu) dan diintervensi stuntingnya Insya Allah bisa dilaksanakan dengan baik. Tinggal nanti kita akan melihat triangulasi data dari SKI dengan hasil pengukuran ini seperti apa,” ujarnya.

Menko PMK berharap sensus bayi dengan kriteria yang sudah standar dan dilakukan oleh tenaga terdidik dan terlatih semestinya tingkat akurasi dari sensus akan lebih baik dari survei.

Menurut Menko PMK, saat ini seluruh posyandu sudah mempunyai alat antropometri standar. Alat ini penting agar pengukuran terhadap bayi seragam. Tenaga relawan juga harus memiliki kemampuan yang sama. Capaian sensus juga harus 95 persen.

Muhadjir juga menjelaskan bahwa survei yang dilakukan pasti ada tingkat kesalahan. Tetapi sensus dengan 95 persen lebih balita yang jumlahnya hampir 18 juta di Indonesia akan menggambarkan kondisi sesungguhnya bagaimana kondisi balita di Indonesia, sekaligus intervensinya.

“Karena dalam sensus ‘by name by address’, siapa bapaknya dan siapa ibunya, tinggal di mana, kondisi statusnya apa, jelas sehingga kita bisa minta ke pemerintah daerah untuk menangani,” katanya.

Ia berharap di 2024 prevalensi stunting di Indonesia sudah berada di bawah 20 persen sesuai ketentuan Sustainable Development Goals (SDGs).

“Jadi, kita menargetkan tahun 2025 stunting kita sudah di bawah 20 persen,” ucapnya.

Disisi lain, Menko PMK juga menyampaikan bahwa untuk membangun keluarga yang tangguh, kuncinya dua yaitu kasih dan sayang.

“Tanpa kasih dan sayang di dalam keluarga tidak mungkin akan terbangun keluarga yang kokoh,”tuturnya.

Menurut Menko Muhadjir, perempuanlah yang akan menentukan nasib bangsa ini.

“Kita sudah menemukan polanya di dalam penanganan keluarga. Pertama-tama yang kita perhatikan adalah remaja putri. Remaja putri harus disiapkan betul-betul. Kondisinya harus betul-betul sehat. Karena dialah yang akan menentukan masa depan Indonesia,” ucap Muhadjir.

Karena itu, lanjutnya, sejak remaja mereka sudah harus dicek kesehatannya, tidak boleh mengalami anemia, kekurangan darah berkepanjangan, anemia kronis. Anemia kronis akan berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi remaja putri.

Kalau kondisi rahim perempuan tidak sehat, Ia mengingatkan, peluang untuk melahirkan generasi tidak sehat sangat besar, termasuk generasi stunting.

“Saya sudah berkali-kali usul minta ke pak Menkes, Tolong pil penambah darah itu yang betul-betul akrab dengan lidah remaja putri. Karena beberapa kasus sering ngecek diberi pil diterima tapi di buang karena tidak akrab lidahnya. Kalau bisa sekarang dibikin pil yang membuat remaja putri bukan hanya senang tapi kecanduan sehingga tidak perlu disuruh dia akan cari pil penambah darah itu,” kata Menko Muhadjir.

Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto, dalam sambutannya menyampaikan bahwa strategi yang paling tepat untuk menekan angka stunting adalah tetap mengikuti strategi nasional (stranas).

“Bagaimana kita mengintervensi faktor sensitif dan spesifik. Keduanya harus simultan dijalankan. Secara khusus, strategi yang paling efisien adalah mendiagnosis dengan tepat. Sehingga kita tahu keluarga berisiko tinggi stunting yang mana, dan bayi yang stunting yang mana. Ibu hamil, pra nikah menjadi bagian penting untuk mencegah stunting baru,” kata dokter Hasto.

Sesuai stranas percepatan penurunan stunting, dokter Hasto melaporkan bahwa semua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang hadir dengan jumlah lebih dari 10 ribu sudah berkomitmen baik.

“Kita melakukan sosialisasi dan edukasi, dan juga sudah melakukan pendataan untuk gerakan serentak intervensi dan juga percepatan penurunan stunting. Hari ini penimbangan, dan pendataan tinggi badan, pengukuran sudah mencapai 92,29 persen di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Dengan demikian, perbedaan antara Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 dan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) yang dipertanyakan para kepala daerah dapat segera terjawab.

“Insya Allah dalam waktu dekat akan dilakukan verifikasi dan validasi (verval) terhadap data yang bapak ibu kepala daerah berikan, dan segera angka tersebut akan diselesaikan,” jelas dokter Hasto.

Dalam penanganan stunting, dokter Hasto menyampaikan hasil intervensi yang dilakukan setiap hari membuahkan hasil yang semakin membaik. “Kita bersyukur ada faktor sensitive, termasuk yang sangat populer, perkawinan usia anak mengalami penurunan secara signifikan yaitu 6,92 persen. Termasuk menurun dispensasi nikahnya, dari hari ke hari faktor yang membuat stunting membaik.”

Namun, di sisi lain, angka perceraian terus meningkat. “Kita perlu prihatin angka perceraian meningkat dań bahkan terakhir mencapai 516.344 kasus perceraian. Saya kira ini perlu mendapat perhatian kita semua di Hari Keluarga ini,” ucapnya.

Latar belakang perceraian, menurut dokter Hasto, karena banyaknya ‘toxic people’, ‘toxic relationship’, ‘toxic friendships’ yang akhirnya di dalam keluarga terjadi uring-uringan.
Sehingga akhirnya bercerai, mayoritas karena perbedaan kecil-kecil yang berkepanjangan,” jelas dokter Hasto.

Tema peringatan Harganas ke- 31 tahun ini adalah “Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas”. Makna keluarga berkualitas menuju Indonesia Emas. Menurut dokter Hasto, adalah terciptanya SDM yang unggul dan mampu meraih bonus demografi.

“Bonus demografi kita maju, puncaknya di tahun 2020 meskipun beberapa provinsi mundur dan beberapa maju,” ujarnya.

Menurut dokter Hasto, bangsa ini pelan-pelan sudah meninggalkan puncak bonus demografi, dan tahun 2035 bangsa ini sudah harus menanggung beban para lansia yang jumlahnya tidak sedikit. Yang harus menanggung adalah generasi sandwich (sandwich generation). Dokter Hasto berharap mudah-mudahan bukan generasi strawberry yang lembek, tapi generasi yang kuat.

“Semoga dengan waktu 10-15 tahun kita bisa mentransformasikan bonus demografi menjadi bonus kesejahteraan dan kita bisa keluar dari ‘middle income trap’ (MIT),“ ujar dokter Hasto.

MIT adalah sebuah kondisi di mana negara-negara berpendapatan menengah sulit meningkatkan posisi mereka ke pendapatan tinggi.

Sisi lain yang harus menjadi perhatian, sesuai arahan Presiden Jokowi, adalah membangun bangsa dan negara harus dimulai dari keluarga.

Begitu juga Kampung Keluarga Berkualitas (KB) harus ada di seluruh Indonesia. Artinya, semua desa menjadi Kampung Keluarga Berkualitas. Ukuran kualitas keluarga ditentukan tiga hal yaitu tenteram, mandiri dan bahagia.

“Yang paling tercapai adalah kebahagiaan, angkanya 71,86. Ini menunjukan bahwa keluarga-keluarga di Indonesia meskipun belum punya kemandirian yang baik, alhamdulillah bahagia.”

“Sementara kemandirian angkanya paling rendah. Ketenteraman lumayan angkanya 59, namun kebahagiaan paling menonjol. Inilah bangsa kita yang penuh dengan gotong royong, nilai-nilai Pancasila membawa kita bahagia,” ucapnya.

Oleh karena itu lanjutnya, dari keluarga yang berkualitas diharapkan akan melahirkan anak-anak cerdas dan terbebas dari stunting.

Stunting membawa dampak tidak cerdas dan pertumbuhan otaknya mengalami defisit sehingga kemampuan intelektual skillnya tidak optimal. “Kita boleh bersedih tapi tidak perlu minder ketika IQ kita masih di 78 dengan urutan ke 130,” ujarnya.

Lanjutnya, “Hari Ini, kualitas SDM tidak cukup diukur dengan Human Development Index (HDI) tetapi dengan Human Capital Index (HCI) dan urutan HCI kita juga masih di bawah.”

Semua parameter itu berhubungan dengan stunting. Oleh karena itu BKKBN bersama mitra kerja dan masyarakat mempercepat penurunan stunting. “Semua tim bergerak dengan baik. Ini satu upaya untuk memperbaiki semua,” ujar dokter Hasto. (*)

Exit mobile version