BANDA ACEH, HARIANHALUAN.ID — Kejadian bencana alam cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tak hanya itu, dampak yang ditimbulkan semakin besar. Ini mendorong pemerintah untuk mempersiapkan strategi finansial pada setiap fase, salah satunya pendanaan melalui pooling fund bencana (PFB).
Direktur Sistem Penanggulangan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan, PFB menjadi komitmen pemerintah dalam menyikapi setiap fase dalam penanggulangan bencana. Menurutnya, situasi dan dampak bencana yang dihadapi akan semakin kompleks. Hal tersebut tidak terlepas adanya dampak perubahan iklim dunia maupun fenomena alam yang berujung bencana.
Agus menambahkan, sejak adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2008, pembiayaan kebencanaan bersumber pada APBN, APBD dan masyarakat. Dengan adanya PFB, ini menjadi solusi finansial berkelanjutan yang bersifat antisipatif, responsif dan inovatif.
“Berdasarkan pengalaman kejadian bencana yang telah terlewati sejak adanya PP tersebut, ketiga sumber pembiayaan tadi memiliki keterbatasan jumlah, mekanisme dan flexibilitas,” ujarnya pada pembukaan sosialisasi PFB yang berlangsung di Banda Aceh, Aceh pada Selasa (8/10).
Pada sosialisasi PFB tersebut, Kepala Pusat Kebijakan APBN, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Wahyu Utomo menyampaikan, pembentukan PFB ini merupakan komitmen pemerintah untuk menghadirkan mekanisme pendanaan yang lebih fleksibel dan proaktif dalam penanggulangan bencana.
Menurutnya, PFB menjadi solusi inovatif untuk mengatasi keterbatasan pendanaan bencana yang selama ini hanya mengandalkan APBN dan APBD. Di samping itu, PFB dapat membantu mempercepat penanganan dan mitigasi risiko bencana, memastikan bahwa dana tersedia dengan cepat dan efisien
Wahyu Utomo mengatakan, dengan melibatkan sumber-sumber pendanaan lain, seperti donor internasional dan asuransi, pemerintah dapat lebih siap menghadapi risiko bencana yang terus meningkat.
Hal senada juga disampaikan Agus Wibowo yang menyebutkan pendanaan perlu direncanakan secara terpadu. Oleh karena itu, PFB juga dapat dibutuhkan untuk konteks pengurangan risiko bencana secara komprehensif dan terstruktur.
Sementara itu, Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Damayanti Ratunada menyampaikan, PFB tidak hanya memberikan pendanaan kepada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, tetapi juga memungkinkan masyarakat untuk mengajukan proposal pembiayaan kegiatan penanggulangan bencana melalui pemerintah daerah. Namun demikian, proposal dari masyarakat nantinya membutuhkan verifikasi dan validasi dari pemerintah daerah.
Damayanti mengatakan, partisipasi pemerintah daerah dalam PFB bukanlah beban, melainkan wujud komitmen bersama untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan ketangguhan menghadapi bencana.
PFB telah memasuki tahap operasionalisasi dengan dana awal sebesar Rp7,3 triliun pada tahun 2023. Saat ini, regulasi teknis sedang disusun untuk mendukung pengumpulan, pengembangan, dan penyaluran dana PFB.
Pada tahun depan, BNPB mengharapkan PFB ini dapat diimplementasikan untuk kebencanaan di Tanah Air.
Diskusi dan sosialisasi PFB ini menjadi rangkaian kegiatan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana yang berlangsung di Provinsi Aceh pada 8 – 10 Oktober 2024. Acara yang digelar BNPB dan Kementerian Keuangan ini bertema ‘Inovasi Pembiayaan Risiko Bencana dalam Memperkuat Ketahanan Pemerintah Daerah Terhadap Bencana.’ (*)