PADANG, HARIANHALUAN.ID– Badan Gizi Nasional (BGN) melakukan uji coba program makan bergizi gratis di 80 titik di sejumlah daerah.
Staf Ahli Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Ikeu Tanziha mengungkapkan bahwa hasil uji coba ini sangat penting sebagai acuan dalam mengembangkan standar operasional di unit-unit layanan gizi seperti dapur umum dan layanan gizi mobile yang diprioritaskan untuk sekolah dan komunitas.
“Alhamdulillah, program berjalan lancar dan menjadi modal bagi perluasan di tahun depan,” kata Ikeu, Senin (4/11/2024).
Lanjutnya, BGN merencanakan pendirian unit layanan diberbagai wilayah untuk memastikan distribusi makanan bergizi tepat sasaran, mulai dari siswa sekolah hingga kelompok rentan lainnya.
Pada tahap awal, program ini akan menyasar sekitar 15 hingga 20 juta anak di seluruh Indonesia, sesuai dengan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun dari Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Ikeu pun memastikan bahwa BGN akan mengintegrasikan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk UMKM dan sektor swasta, dalam penyediaan bahan makanan bergizi lokal.
“Keterlibatan UMKM lokal sangat penting agar dana yang dialokasikan juga berdampak positif bagi ekonomi daerah. Kami ingin memastikan bahan makanan yang diberikan memenuhi standar gizi sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional,” kata Ikeu.
Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan, BGN menggandeng Kodim di berbagai wilayah. Kodim memiliki peran strategis dalam membantu penyaluran ke wilayah-wilayah sulit jangkauan, terutama di daerah-daerah terpencil dan daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal).
Di samping anak sekolah, target penerima manfaat mencakup ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, dengan pendekatan dapur umum yang mampu melayani 2.500 hingga 3.000 anak per unit layanan.
Keberhasilan program akan dievaluasi secara berkala, termasuk melalui indikator kesehatan seperti tinggi badan dan berat badan anak, yang diukur oleh tenaga gizi di setiap unit pelayanan.
Evaluasi ini nantinya akan melibatkan beberapa instansi, termasuk Puskesmas dan sekolah, dengan dukungan pengawasan dari BPOM untuk memastikan standar keamanan pangan terjaga.
“Kami berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam evaluasi nutrisi anak dan edukasi perilaku hidup bersih dan sehat. Semua ini dilakukan agar program berjalan dengan kualitas yang terjaga dan manfaat yang optimal,” tegas Ikeu.
Program ini tentu tidak luput dari tantangan, terutama dalam aspek keberlanjutan pasokan pangan dan pengawasan implementasi di lapangan. Selain itu, terdapat tantangan dalam menyesuaikan jenis makanan dengan preferensi budaya lokal.
“Kami memastikan bahwa standar gizinya tetap, namun jenis menunya disesuaikan dengan budaya setempat, seperti penggunaan bahan pokok lokal,” jelas dia.
Melalui program makan bergizi gratis ini, pemerintah berharap tidak hanya menciptakan generasi sehat dan cerdas, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor pangan dengan memaksimalkan hasil dari petani lokal.
Harapannya, kata Ikeu keberlanjutan program ini bisa didukung oleh semua pihak, baik pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat.
Dengan kolaborasi lintas sektor yang semakin kuat, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk memperkuat kualitas gizi masyarakat dan mengentaskan kemiskinan gizi. Program ini bukan hanya investasi jangka pendek, tetapi merupakan upaya strategis untuk memperkuat generasi penerus bangsa. (*)