HARIANHALUAN.ID – Salak Anjing bernama Lupak Gerai, Karok, Koreng, Bule, Kumbang, dan Upiak Banun, yang masih terkurung di dalam box star kini kian terdengar lantang dan keras saat seekor anak babi dibawa ke tengah lintasan.
Ketujuhnya makin merentak-rentak menyalak geram dari balik jeruji box star. Mata ketujuhnya semerah saga. Menatap emosi, serta penuh dendam ke arah si babi hutan nan tengah berada di ambang maut.
“Taaaar,” pintu box start terbuka keras berlampang. Ketujuh anjing langsung melesat bagai anak panah yang terlepas dari busur. Mereka tampak memburu penuh nafsu, menyalak penuh amarah, berlari kencang menyongsong kematian konyol si babi malang di tengah gelanggang
Sosoh Lupak!!,,” “Tintiang Karok, Agiah Sayaaaang!!!,” teriak sejumlah penonton dan pemilik anjing yang sedari tadi menatap lekat dengan dada berdebar ke arah tujuh ekor anjing kampung yang tengah berpacu dilintasan becek sepanjang 250 meter berpagar jaring itu.
Kurang dari enam puluh detik selanjutnya, anjing kampung berwarna coklat berbulu tebal bernama Karok, susul menyusul dengan anjing betina seputih kapas bernama Upiak Banun.
Sementara dibelakangnya, dengan kecepatan luar biasa lincah meliuk-liuk, Lupak Gerai mulai mengancam membayangi lari si Karok yang berada di posisi kedua. Ketujuhnya susul menyusul, potong memotong jalan menuju finish di partai final pamungkas itu.
Kendati berlangsung singkat dan secepat kilat. Namun perpacuan berlangsung sengit, jarak ketertinggalan antar anjing hanya hitungan sepersekian sentimeter dan jelas sangat sulit untuk memastikan sang juara dari perpacuan yang telah digelar sejak tiga Minggu belakangan itu.
“Gelar anjing juara pada kelas kampung, jatuh kepada anjing bernama Upiak Banun dari Panorama Baru!!!” begitu gelegar pengumuman menggema dari pengeras suara yang kemudian langsung disambut buncah oleh ratusan penonton, yang sedari tadi di bawah gerimis hujan di pinggir lintasan Bukik Ambacang saat itu.
Tensi dan suasana partai final kejuaraan Pacu Anjiang Dog Race Open yang diadakan oleh Pemuda Bukik Lurah, Nagari Gaduik, Kabupaten Agam, di Lapangan Pacu Kuda Bukik Ambacang, Sabtu 12 November 2022 sore. Memang menegangkan sekaligus dinantikan.
Pasalnya di partai final perlombaan pacu ajiang ketika itu, hanya tinggal menyisakan 14 ekor anjing terbaik yang berasal dari dua kelas pertandingan. Yaitu kelas anjing kampung dan kelas anjing ras atau peranakan.
Tercatat, sejak digelar pada tanggal 24 November silam, kejuaraan itu telah diikuti oleh sebanyak 60 ekor anjing kampung dan ras pemburu babi terbaik yang berasal dari Salingkaran Gunung Marapi-Singgalang, yakninya daerah Bukittinggi, Agam dan sekitarnya.
“Untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda dan sebagai upaya menggerakkan ekonomi masyarakat Bukik Ambacang, Bukik Lurah, kami mengadakan open dog race atau pacu anjiang,” ujar Ketua Pelaksana Bukik Lurah Dog Race, Jimmy.
“Kita pacukan sebanyak dua nomor, yaitu kelas kampung dan ras. Pada partai final kelas kampung, juaranya adalah anjing bernama Upiak Banun. Sedangkan pada kelas ras, juaranya adalah anjing bernama Roy yang berasal dari Bukik Ambacang,” kata dia.
Jimmy menjelaskan, kejuaraan pacu anjiang merupakan kegiatan turunan dari olahraga buru babi yang memang banyak digemari dan bisa ditemukan di seluruh penjuru Sumatra Barat.
Ia mengungkapkan, kejuaraan tersebut telah diselenggarakan setiap Sabtu sejak tiga Minggu belakangan di Gelanggang Pacuan Kuda Bukik Ambacang.
Kendati semula dijadwalkan dilaksanakan selama dua Minggu. Namun, menurut Jimmy, pelaksanaan harus diperpanjang menjadi tiga minggu akibat kondisi lintasan arena yang tidak memungkinkan lantaran tergenang hujan.
“Namun Alhamdulillah pada akhirnya kejuaraan pacu anjiang, Bukik Lurah Dog Open Race kali ini berjalan dengan sukses dan lancar. Terima kasih kami sampaikan kepada seluruh peserta yang telah menyempatkan diri untuk hadir dalam alek nagari kami,” tuturnya.
Diketahui, kendati dihuni oleh penduduk yang mayoritas beragama Islam dan menjunjung tinggi falsafah Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah atau ABS-SBK. Namun hewan anjing dikenal memiliki peran tersendiri dalam budaya dan tradisi masyarakat agraris Minangkabau.
Selain di pacukan ataupun dijadikan sebagai hewan penjaga rumah, kebun ataupun ladang, anjing peliharaan juga dimanfaatkan sebagai pengendali hama babi, yang menjadi hama di banyak lahan pertanian dan perkebunan.
Bahkan hingga tingkat daerah maupun nagari di Sumbar pun, telah jamak ditemui adanya organisasi maupun kepengurusan Persatuan Olahraga Buru Babi atau Porbbi, yang melaksanakan kegiatan buru babi dengan menggunakan anjing secara rutin, berkala dan berpindah-pindah lokasi perburuan.
Biasanya, pelaksanaan gelaran buru alek ataupun buru salek di masing-masing nagari di Sumbar, disesuaikan dengan waktu dan intensitas serangan hama babi kepada tanaman petani setempat.
Apabila populasi babi hutan di suatu daerah ataupun nagari telah dilaporkan sudah meresahkan masyarakat, biasanya perangkat nagari ataupun kepengurusan Porbbi setempat akan segera bermufakat dan mengirimkan undangan buru babi bagi para paburu yang berasal dari daerah lainnya.
Sedangkan pacu anjiang, merupakan salah satu kegiatan turunan dari olahraga buru babi. Kegiatan ini juga telah banyak dan pernah terselenggara di sejumlah daerah lainnya, seperti misalnya Sijunjung, Sawahlunto,Tanah Datar, maupun daerah lainnya di Sumbar. (*)