Selain itu, dalam dual labor market theory yang dikembangkan oleh Doeringer dan Piore, sistem ketenagakerjaan terbagi menjadi dua segmen utama, yaitu sektor primer yang mena warkan stabilitas kerja, insentif ekonomi yang kompetitif, serta peluang pengembangan profesional yang substansial dan sektor sekunder yang bersifat eksploitatif, dengan upah mini malis, kontrak kerja yang tidak fleksibel, serta minimnya perlin dungan tenaga kerja.
Sayangnya, di banyak negara berkembang, generasi muda lebih banyak terjebak dalam sektor sekunder. Kondisi ini semakin mengafir masi persepsi bahwa kesem patan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak hanya dapat ditemukan di luar negeri, bukan di dalam negeri.
Ketidakstabilan Politik dan Krisis Legitimasi
Selain determinan ekonomi, dimensi politik juga berkontribusi signifikan terhadap meningkatnya keinginan genera si muda untuk bermigrasi. Francis Fukuyama, dalam karyanya The End of History and the Last Man, menekankan bahwa negara yang gagal menjamin kebebasan politik dan hak-hak sipil akan kehilangan daya tarik bagi warganya.
Di Indonesia, prevalensi korupsi, lemahnya supremasi hukum, serta regresi demokrasi telah memicu krisis kepercayaan terhadap institusi negara. Dalam konteks ini, legitimacy crisis, sebagaimana dikemukakan oleh Jürgen Habermas, menjadi relevan.
Habermas menjelaskan bahwa ketika negara gagal memenuhi harapan warganya, maka legitimasi institusional akan mengalami erosi, yang pada akhirnya dapat berujung pada delegitimasi sosial yang meluas, termasuk dalam bentuk gelombang migrasi generasi muda yang kian meningkat.
Media Sosial dan Distorsi Realitas
Di era digital, media sosial telah menjadi instrumen utama dalam membentuk persepsi anak muda mengenai kehidupan di luar negeri. Jean Baudrillard, melalui konsep hyperreality, menjelaskan bagaimana media menciptakan realitas yang terdis torsi, di mana individu lebih banyak terpapar pada kon struksi naratif ketimbang pengalaman empiris.
Dalam konteks migrasi, media sosial sering kali hanya menampilkan aspek-aspek positif dari kehidupan di luar negeri gaji tinggi, fasilitas publik yang modern, serta lingkungan yang lebih egaliter tanpa mengekspos tantangan sosial yang dihadapi para imigran.
Hal ini selaras dengan relative deprivation theory dari Ted Gurr, yang menyatakan bahwa ketidakpuasan sosial tidak selalu disebabkan oleh kondisi ekonomi yang absolut, melainkan oleh adanya kesenjangan antara ekspektasi dan realitas yang dialami individu.