Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol
Ketika kekhawatiran krisis, efisiensi dan ketidakpastian ekonomi global menjadi momok yang mencemaskan pakar ekonomi, maka saatnya umat Islam melaksanakan dengan serius dan bertanggung jawab regulasi (aturan) Allah subhanahu wa ta’ala yaitu kewajiban zakat dan pengelolaannya oleh amil yang tupoksinya diungkap terang dalam surat Taubah (9) ayat 60. Adalah patut dilakukan evaluasi diri apakah keberimanan dan keberislaman kita setelah Ramadhan dan idul fitri memenuhi kriteria utuh sebagai orang bertaqwa, sebab zakat rukun (kewajiban) dari pilihan menjadi muslim yang tak boleh ditawar sedikit juapun dan indikator paling jelas dari muttaqin. Jujurlah dengan zakat.
Judul di atas muncul setelah membaca data statistik ada 5 persen sebanyak 345 ribu orang miskin, terendah di Indonesia yang angkanya 9 persen, sayangnya angka 5 persen sering dilihat dan disebut pejabat sebagai angka statistik kecil, nyatanya bila digunakan nalar kemanusiaan, itu bukan jumlah kecil. Angka 100 orang saja sudah besar, ini jika kaca mata melihatnya dengan taqwa, kemanusiaan dan rahim sosial maka akan menjadi energi taqwa bergerak.
Taqwa Setelah Idul Fitri. Kekuatan taqwa selama Ramadhan dan idulfitri luar biasa mengatasi “sementra” masalah sosial, tak terkecuali kemiskinan. Sejatinya energi taqwa masyarakat Sumbar yang dominan muslim tetap menyala tiada henti, sayang cahaya taqwa sering diredupkan oleh mereka yang diberi amanah mengelola dana umat, komisioner Baznas yang bermasalah hukum, karena menyimpangkan harta orang miskin, atau disebabkan perilaku pejabat negara yang tak paham atau memberikan dana umat pada yang tak berhak.
Kadang-kadang terpikir juga kata seorang ustad dalam ceramah Ramadhan 1446 lalu, adalah lebih jahat korupsi zakat, penyalahgunaan dana zakat oleh komisioner BAZNAS atau Kepala Daerah yang menjadikan zakat seperti dana bansos, tidak mengindahkan aturan asnaf, karena menyelewengkan dana zakat, sama artinya mengkorupsi makan dan kebutuhan pokok orang miskin, fuqara, dan asnaf lain yang sudah ditunjuk oleh al-Qur’an (QS. al-Taubah, (9):60).
Kekeliruan lain yang tak banyak dipahami atau diabaikan oleh ulama, ustad, penceramah dan khatib untuk mengingatkan dengan tegas jenis-jenis harta yang wajib dizakat, kewajiban zakat dibayarkan melalui amil yang diangkat pemerintah syah (Baznas dan Laz) yang diberikan kewenangan oleh Pemerintah. Bahwa zakat itu mencakup semua harta halal yang didapatkan melalui usaha . Ayat yang paling sering dijadikan rujukan tentang kewajiban zakat dari segala bentuk hasil usaha adalah (QS. Al-Baqarah (2): 267). Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu…” Ayat ini memerintahkan untuk mengeluarkan zakat dari “mā kasabtum”, apa yang kalian usahakan, mencakup semua jenis usaha, perdagangan, pekerjaan profesional, jasa, dan lainnya.“mimmā akhrajnā lakum minal-arḍi” – apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian, yaitu hasil pertanian, perkebunan, tambang,dan sejenisnya.
Meskipun kata yang digunakan adalah “infakkanlah”, banyak ulama menafsirkannya sebagai mencakup zakat dan infak sunnah. Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, menetapkan jenis-jenis zakat. Pertama, sakat fitrah. Zakat wajib atas setiap Muslim pada bulan Ramadan sebelum Idulfitri. Dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok (misalnya beras) atau uang senilai 1 sha’ (±2,5–3 kg beras).
Kedua, zakat mal (Harta). Zakat ini terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain: zakat emas, perak, dan logam mulia. Wajib jika mencapai nisab (senilai 85 gram emas) dan haul (1 tahun). Zakat uang dan simpanan, termasuk tabungan, deposito, dan lainnya, bila nilainya setara emas (85 gram) dan telah haul. Zakat perdagangan, berlaku bagi pedagang atau pemilik usaha jika harta dagangannya mencapai nisab dan haul.
Selanjutnya, zakat pertanian dan perkebunan, dikeluarkan saat panen; kadar 5%–10% tergantung pada sistem pengairan. Zakat peternakan, berlaku bagi pemilik hewan ternak (unta, sapi, kambing termasuk ternak ayam dan ternak halal lainnya) jika memenuhi syarat jumlah dan waktu.
Zakat hasil tambang (Ma’din), diwajibkan atas hasil kekayaan alam seperti batu bara, emas, minyak, dan produk tambang lainnya. Zakat hasil laut, dikenakan atas hasil perikanan atau kekayaan laut yang bernilai ekonomi. Zakat hasil profesi (Penghasilan). Penghasilan dari pekerjaan seperti gaji, honor, fee, jika mencapai nisab dan haul (atau bisa juga per bulan). Zakat gaji, jasa profesi seperti dokter dan profesi halal dan baik lainnya.
Fatwa ini menegaskan bahwa zakat bukan hanya untuk pertanian atau ternak seperti zaman dulu, tapi juga mencakup berbagai bentuk kekayaan modern. Membaca fatwa MUI di atas dapat dikatakan bahwa semua hasil usaha konvensional dan modern wajib dizakatkan. Masalah lain yang tak tidak pula tuntas dijelaskan ulama dan dai adalah tentang kewajiban berzakat terhadap harta tetap dan bergerak dan harta bergerak atau menghasilkan harta dari harta tak bergerak.
Hukum zakat atas harta tetap dan harta bergerak memang ada perbedaan tergantung pada fungsi dan penggunaannya. Harta Tetap (al-amwāl ats-tsābitah), Contoh: bangunan, kendaraan operasional, mesin produksi, tanah yang tidak produktif. Hukum zakatnya: Tidak wajib zakat atas harta tetap jika hanya digunakan sebagai alat (tidak diperjualbelikan). Contoh: mobil untuk antar barang, gedung kantor, mesin produksi. Namun, zakat tetap dikenakan atas hasil usaha atau keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan harta tetap tersebut. Misalnya: Usaha toko yang pakai ruko: yang dizakati adalah laba bersih usaha. Rumah yang disewakan: yang dizakati adalah hasil sewa (pendapatan).
Sedangkan harta bergerak (al-amwāl al-munqūlah). Contoh: uang tunai, emas/perak, saham, barang dagangan, kendaraan yang diperjualbelikan. Hukum zakatnya wajib zakat, asalkan memenuhi syarat.
Mencapai nisab (misalnya 85 gram emas untuk uang atau perdagangan). Berlalu haul (1 tahun), kecuali untuk pertanian dan rikaz serta milik penuh. Contoh: Uang tabungan, emas: wajib zakat 2.5% jika mencapai nisab dan haul. Barang dagangan di toko: wajib zakat atas nilai stok dagangannya.
Kesimpulannya bahwa zakat atas alat (aset tetap) tidak wajib zakat, ada yang mewajibkannya satu kali saat dibeli saja, karena itu adalah kekayaan. Untuk membuat harta berkah menimal satu kali saat dibeli bayarkan zakatnya. Zakat atas hasil dari alat wajib jika mencapai nisab dan haul. Zakat atas harta bergerak wajib zakat.
Solusi Kemiskinan di Sumbar
Untuk menjadikan Zakat sebagai solusi konkrit bagi 5% atau sekitar 345 ribu orang miskin di Sumatera Barat, perlu program yang terintegrasi, transparan, dan berkelanjutan.
Beberapa usulan program konkrit yang bisa diterapkan. Pertama, digitalisasi Data Mustahik dan Muzakki. Tujuan: Validasi jumlah orang miskin (mustahik) dan potensi zakat dari muzaki. Ini menjadi solusi tumpang tindih dan salah sasaran. Kedua fenomena ini sering dikeluhkan masyarakat. Maka saarnya membangun database terintegrasi berbasis NIK dan wilayah nagari. Kolaborasi dengan nagari, masjid, dan BAZNAS/Laznas. Gunakan teknologi mobile apps dan dashboard monitoring. Digitalisasi data meminimalisir zakat untuk anggota satu partai dan penyimpang lainnya.
Kedua, Zakat Produktif Berbasis Klaster Ekonomi. Tujuannya untuk mengubah mustahik menjadi muzakki. Langkahnya bentuk klaster seperti: Klaster Petani Berdaya (bantuan alat, bibit, pelatihan). Klaster UMKM Mandiri (modal usaha, branding, pemasaran). Klaster Santri dan Pemuda Produktif (pelatihan IT, bisnis digital). Dana zakat diberikan dalam bentuk barang/modal dan pendampingan, bukan tunai.
Ketiga, Program “Nagari Bebas Fakir”. Tujuannya agar setiap nagari memiliki target 0% fakir dalam 3-5 tahun. Langkahnya petakan jumlah fakir miskin per nagari. Alokasikan zakat secara prioritas untuk nagari dengan angka kemiskinan tertinggi. Libatkan tokoh agama, pemuda, dan tokoh adat.
Keempat, Korporatisasi Zakat dan Wakaf Produktif. Tujuannya untuk membangun aset ekonomi umat dari zakat + wakaf. Langkahnya bangun BUMNag Syariah atau koperasi zakat produktif. Gunakan tanah wakaf untuk pertanian/industri kecil. Bagi hasil usaha digunakan untuk dana sosial dan reinvestasi.
Kelima, Audit dan Transparansi Zakat. Tujuan untuk meningkatkan percayaan publik. Langkahnya laporan publik bulanan dan tahunan (infografik + testimoni mustahik). Sertifikasi lembaga zakat oleh otoritas independen. Kolaborasi dengan kampus untuk monitoring dan evaluasi.
Keenam, Zakat ASN dan Swasta Terpotong Otomatis (Zakat Payroll). Tujuan untuk optimalkan potensi zakat dari golongan penghasilan tetap. Langkahnya instruksi Gubernur/Bupati untuk pemotongan 2.5% ASN. Kerjasama dengan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta.
Regulasi yang jelas, kerja keras Amil Zakat dan dakwah tegas serta jelas dari ulama, khatib dan mubaligh diyakini kemiskinan di Sumatera Barat dapat diatasi dengan zakat. APBN dan APBD dapat digunakan untuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan. Analisa simpel saja data statistik ada 196 buah perusahaan di Sumatera Barat, jika potensi zakat di Sumbar diperkirakan Rp 1,5 – 2 triliun/tahun, dan dikelola secara produktif, maka sekitar 100.000–200.000 mustahik bisa menjadi mandiri setiap 2–3 tahun. Dalam 5 tahun, target 345 ribu orang miskin bisa dibina bertahap dan keluar dari garis kemiskinan. (*)