Dalam konteks digitalisasi, RPJMN menargetkan peningkatan Indeks Daya Saing Digital Indonesia ke posisi 40 besar dunia dan peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan ke 60 persen pada 2029. Data IMDI menunjukkan masih adanya kesenjangan besar dalam adopsi teknologi. Maka, kebijakan seperti transformasi digital layanan publik dan penguatan ekosistem ekonomi digital menjadi sangat relevan dan perlu diturunkan ke level daerah secara terukur.
Demikian pula, target peningkatan PDB Industri Kreatif hingga 8,4 persen dan proporsi usaha kecil dan menengah yang meningkat, membutuhkan fondasi literasi digital dan pendidikan vokasional yang kuat di setiap wilayah. Karena itu, integrasi data dari IDSD, IMDI, dan IPM dalam penyusunan RPJMD maupun renstra OPD menjadi langkah kunci.
Membangun dari Fondasi yang Kuat
Daya saing nasional bukan semata hasil dari keunggulan kota-kota besar, melainkan dari fondasi yang kuat di seluruh pelosok negeri. Keberhasilan transformasi digital, peningkatan mutu pendidikan, dan pembangunan ekonomi lokal akan sangat bergantung pada kebijakan yang mampu mengangkat potensi daerah secara berkelanjutan.
Membaca data IDSD, IMDI, dan IPM dalam kerangka kebijakan bukan hanya soal kuantitatif data semata, tetapi juga strategi untuk mengatasi ketimpangan struktural. Visi Indonesia Emas 2045 tidak bisa dicapai jika masih ada daerah yang tertinggal dari sisi pendidikan, teknologi, dan ekonomi.
Kini saatnya mengubah indeks-indeks ini menjadi instrumen nyata pembangunan, bukan sekadar alat ukur. Karena kekuatan Indonesia sejati terletak pada kesanggupan seluruh daerahnya untuk maju bersama.
Terlebih bagi Sumatera Barat, sebagai salah satu pusat budaya dan pendidikan nasional, memiliki peluang besar untuk menjadi model pembangunan berbasis inovasi dan pemberdayaan sumber daya manusia. Dengan memanfaatkan kekuatan lokal dan mempercepat transformasi struktural, Sumatera Barat dapat menjadi lokomotif daya saing regional yang berkontribusi nyata dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. (*)