Oleh: Dr. Nurhamzah, SE., MM., CPHRM.
Direktur R&D (LPPM) ITS Khatulistiwa – Pasaman Barat
Pengangguran di kalangan generasi milenial dan Gen Z menjadi tantangan serius bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Agustus 2023, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta jiwa, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,32%. Lebih mengkhawatirkan lagi, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mencatatkan TPT tertinggi, yaitu 19,40%. Ini mengindikasikan adanya ketimpangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri.
Fenomena ini menjadi keresahan tersendiri, seperti yang disampaikan Penjabat Sementara (PJS) Bupati Pasaman Barat dalam pidato wisuda ITS Khatulistiwa pada 20 Oktober 2024. Banyak masyarakat yang datang mencarikan pekerjaan bagi anak atau saudaranya yang telah menyandang gelar sarjana. Menanggapi hal tersebut, diperlukan strategi adaptif dan berkelanjutan untuk menghadapi tantangan pengangguran di Era Milenial 5.0—sebuah era yang ditandai oleh disrupsi teknologi dan pergeseran paradigma kerja.
Langkah pertama adalah memperkuat pendidikan berbasis kebutuhan industri. Kurikulum harus disesuaikan dengan tren pasar dan perkembangan teknologi. Pendidikan vokasi perlu diperkuat untuk membekali peserta didik dengan keterampilan praktis yang siap pakai. Program pelatihan teknis dan digital yang terjangkau juga harus diperluas untuk menyiapkan generasi muda dalam menghadapi dunia kerja yang dinamis.
Pengembangan kewirausahaan menjadi solusi strategis dalam menciptakan lapangan kerja baru. Pemuda perlu didorong untuk menciptakan usaha sendiri dengan dukungan pelatihan kewirausahaan, literasi digital, dan manajemen keuangan. Kisah sukses pemuda Sungai Aur yang menjadi eksportir lidi sawit hingga Australia adalah bukti nyata potensi lokal. Begitu pula kolaborasi antara dosen dan mahasiswa ITS Khatulistiwa yang mempromosikan limbah sawit pada seminar internasional di Malaysia menjadi inspirasi pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) Pasaman Barat untuk komoditas ekspor yang bernilai tambah.
Program “kuliah sambil kerja” yang difasilitasi ITS Khatulistiwa menjadi bentuk nyata solusi terhadap kesenjangan dunia pendidikan dan dunia kerja, terutama di bidang manajemen, hukum, dan sistem informasi.
Sinergi antara lembaga pendidikan dan sektor industri mutlak diperlukan. Pembangunan sekolah atau kampus yang terintegrasi dengan dunia usaha di setiap kabupaten akan membantu mencetak tenaga kerja yang relevan dengan pasar. Hal ini juga mencegah urbanisasi berlebihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Pemerintah berperan penting dalam menciptakan regulasi yang mendukung ekosistem ketenagakerjaan. Ini termasuk pemberian insentif kepada investor sektor teknologi, pengembangan inkubator bisnis, serta kemudahan akses pendanaan bagi startup. Dukungan pelatihan manajemen bisnis dan pemasaran dari pemerintah dan pihak swasta juga sangat penting untuk menopang keberlanjutan UMKM yang dijalankan generasi muda.
Kesenjangan digital merupakan hambatan besar di Era Milenial 5.0. Oleh karena itu, perluasan akses terhadap teknologi informasi harus dilakukan secara merata, terutama di wilayah terpencil. Pelatihan keterampilan digital, pemanfaatan kecerdasan buatan (AI), serta penggunaan platform kerja jarak jauh (remote jobs) menjadi solusi nyata bagi pengangguran produktif. Teknologi juga dapat mempercepat proses rekrutmen melalui sistem pencocokan otomatis antara pencari kerja dan pemberi kerja.
Mengatasi pengangguran di Era Milenial 5.0 membutuhkan pendekatan holistik: reformasi pendidikan, pengembangan kewirausahaan, integrasi antara pendidikan dan industri, dukungan kebijakan yang progresif, serta perluasan akses teknologi. Jika dijalankan secara konsisten dan kolaboratif, strategi ini tidak hanya mampu menekan angka pengangguran, tetapi juga menciptakan generasi muda yang mandiri, adaptif, dan siap bersaing di pasar kerja global. (*)