Oleh : Dr. dr. Dwitya Elvira, Sp.PD-KAI, FINASIM (Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UNAND/RSUP Dr. M. Djamil Padang)
Setiap tanggal 10 Mei dunia memperingati World Lupus Day, sebuah momentum untuk meningkatkan kesadaran, memahami, dan mendukung perjuangan para penyandang lupus di seluruh dunia.
Lupus adalah penyakit autoimun yang dapat menyerang berbagai organ tubuh. Penyakit ini bukan penyakit menular, namun merupakan penyakit dimana sistem imun yang seharusnya melindungi justru menyerang jaringan dan organ sehat. Gejala yang sangat beragam mulai dari kelelahan ekstrem, nyeri berkepanjangan, ruam kulit, hingga gangguan organ dalam yang tidak selalu tampak dari luar menyebabkan penyandang lupus menghadapi stigma dan salah kaprah, padahal yang mereka butuhkan adalah pemahaman tentang penyakitnya.
Karena tidak terlihat kasat mata, penderita lupus kerap dianggap melebih-lebihkan kondisinya. Ketika rasa sakit datang menyerang, mereka tidak sanggup bangun dari tempat tidur karena yang mereka butuhkan bukan hanya obat, tetapi juga pengertian dan pelukan hangat dari orang-orang terdekat.
Dalam situasi seperti ini, peran keluarga dan teman menjadi sangat penting. Menjadi support system berarti hadir bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional. Terkadang cukup dengan mendengarkan tanpa menghakimi. Cukup dengan percaya ketika mereka berkata, “Aku sedang tidak kuat hari ini.”
Dukungan seperti itu jauh lebih bermakna daripada nasihat.
Faktanya, orang dengan lupus memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, bahkan gangguan daya pikir.
Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 22% hingga 33% penyandang lupus mengalami depresi. Kondisi ini tentu berdampak pada kualitas hidup mereka yang bisa menyebabkan putus kerja, hilangnya motivasi, atau rasa tidak berdaya.
Jika kamu adalah pejuang lupus dan merasa stres, kamu tidak sendirian. Stres memang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti lupus. Tetapi ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengelolanya, seperti menjalin komunikasi rutin dengan dokter, mengenali hal-hal yang memicu stres, mengerjakan hal yang positif, tidur yang cukup, melakukan olahraga seperti yoga, jalan kaki santai maupun relaksasi, serta bergabung dengan komunitas penderita lupus.
Kita semua memiliki peran untuk tidak menambah beban mereka dengan sikap skeptis atau komentar yang meremehkan. Sebaliknya, mari kita jadi penguat dan menjadi pelindung. Dukungan yang tulus bisa menjadi alasan untuk tetap bertahan dan melanjutkan perjuangan setiap hari.
Dalam rangka Lupus Awareness Day yang merupakan inisiasi global untuk meningkatkan awareness (kesadaran) tentang lupus, maka orang dengan lupus (Odapus) perlu memperoleh dukungan berupa support system keluarga dan teman serta pemahaman bahwa penyakit ini dapat dikontrol dengan pengobatan teratur, pola hidup yang seimbang, pengontrolan stres, juga dukungan cinta, empati, serta kepedulian yang nyata.
Mari hadir, dengarkan, dan beri ruang aman bagi Odapus untuk merasa diterima apa adanya. Karena terkadang yang paling mereka butuhkan adalah tahu bahwa mereka tidak sendirian. (***)