Oleh : Resti Wulandari (Mahasiswa Magister PPKn UNP)
Demokrasi politik di Indonesia telah mengalami perjalanan panjang sejak kemerdekaan, namun hingga kini masih menghadapi berbagai tantangan yang menghambat pencapaian demokrasi yang sejati dan substansial. Meskipun Indonesia telah berhasil menggelar pemilu demokratis secara berkelanjutan, kualitas demokrasi yang berjalan belum sepenuhnya mencerminkan cita-cita luhur yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945.
Demokrasi politik di Indonesia saat ini berada pada persimpangan penting antara harapan besar dan tantangan yang kompleks. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dengan masyarakat yang sangat heterogen, Indonesia menghadapi dinamika yang unik dalam memperkuat sistem demokrasi yang tidak hanya prosedural, tetapi juga substansial-yang benar-benar mencerminkan keadilan, partisipasi, dan kesejahteraan rakyat.
Salah satu masalah utama adalah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang disebabkan oleh tingginya tingkat korupsi dan politik uang dalam proses politik. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia masih lebih bersifat prosedural daripada substansial, di mana kebebasan berpolitik dan hak asasi manusia memang dijunjung, tetapi belum menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada rakyat.
Selain itu, sistem politik Indonesia saat ini juga menghadapi persoalan serius dalam hal fragmentasi dan koalisi partai yang sering kali tidak koheren secara ideologis. Ambang batas pencalonan presiden yang tinggi, misalnya, mendorong kartelisasi partai dan koalisi pragmatis yang lebih mengutamakan kekuasaan daripada program aksi yang jelas dan konsisten. Ini mengakibatkan energi politik lebih banyak tersita untuk negosiasi kekuasaan daripada membangun visi kebangsaan yang kuat dan berkelanjutan.
Fenomena meningkatnya peran militer dalam politik dan pemerintahan juga menjadi sorotan. Keterlibatan militer yang melebar ke ranah sipil berpotensi mengarah pada rezim yang lebih otoriter, mengikis nilai-nilai demokrasi yang selama ini diperjuangkan. Partisipasi masyarakat yang masih terbatas pada aspek prosedural tanpa pengaruh signifikan dalam pengambilan keputusan juga menandakan bahwa demokrasi deliberatif yang ideal belum terwujud.
Namun, ada harapan melalui upaya reformasi sistem pemilu dan pilkada yang tengah direncanakan untuk disempurnakan sejak awal 2025. Revisi undang-undang ini diharapkan dapat memperbaiki mekanisme demokrasi agar lebih transparan, adil, dan mampu menghasilkan pemimpin yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat serta berkomitmen pada kesejahteraan bersama.
Salah satu harapan utama adalah keberlangsungan pemilu yang relatif bebas dan adil, yang menjadi fondasi demokrasi Indonesia pascareformasi 1998. Partisipasi politik masyarakat yang tinggi menunjukkan kesadaran dan antusiasme rakyat untuk terlibat dalam proses demokrasi. Namun, di balik angka partisipasi yang menggembirakan, terdapat tantangan serius terkait kualitas demokrasi itu sendiri. Polarisasi politik yang semakin tajam, terutama dipicu oleh penyebaran disinformasi di media sosial, mengancam kohesi sosial dan menghambat dialog publik yang sehat. Polarisasi ini tidak hanya memecah masyarakat secara ideologis, tetapi juga melemahkan legitimasi lembaga demokrasi yang seharusnya menjadi penengah yang netral.
Selain itu, representasi politik yang inklusif masih menjadi pekerjaan rumah besar. Kelompok-kelompok marginal seperti perempuan, generasi muda, dan minoritas etnis maupun agama masih kurang mendapatkan ruang yang proporsional dalam pengambilan keputusan politik. Keterbatasan ini melemahkan demokrasi Indonesia dari sisi substansi, karena demokrasi sejati harus mampu mengakomodasi keberagaman dan menjamin suara semua elemen masyarakat terdengar dan diperhitungkan.
Korupsi masih menjadi penyakit kronis yang merusak fondasi demokrasi. Meski upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan melalui lembaga seperti KPK, tekanan politik dan praktik korupsi di tingkat pusat maupun daerah masih menggerogoti kepercayaan publik terhadap pemerintah dan sistem demokrasi itu sendiri. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan negara menjadi kunci agar demokrasi tidak hanya menjadi formalitas, melainkan benar-benar berfungsi sebagai mekanisme pengawasan dan kontrol kekuasaan.
Kebebasan sipil, termasuk kebebasan berekspresi dan pers, juga menghadapi tekanan. Regulasi yang dianggap membatasi ruang kebebasan ini menimbulkan ketegangan antara kebutuhan menjaga stabilitas politik dan menjamin hak asasi manusia. Jika kebebasan ini terus tergerus, demokrasi akan kehilangan salah satu pilar pentingnya, yaitu kemampuan masyarakat untuk mengkritik dan mengawasi pemerintah secara bebas.
Dari sisi ekonomi, ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih tinggi juga mengancam stabilitas demokrasi. Ketidakadilan ekonomi dapat memicu ketidakpuasan sosial yang berujung pada melemahnya kepercayaan terhadap sistem demokrasi. Oleh karena itu, demokrasi politik di Indonesia harus berjalan beriringan dengan upaya menciptakan keadilan ekonomi agar legitimasi politik tetap terjaga dan demokrasi dapat berfungsi sebagai alat pemerataan kesejahteraan.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, reformasi demokrasi yang lebih mendalam dan berkelanjutan sangat diperlukan. Penguatan lembaga demokrasi seperti KPK, Bawaslu, dan Komnas HAM harus menjadi prioritas agar mereka mampu bekerja tanpa intervensi politik. Pendidikan politik yang inklusif dan berkelanjutan juga harus ditingkatkan, terutama untuk generasi muda, agar mereka menjadi penjaga demokrasi masa depan yang kritis dan bertanggung jawab. Selain itu, pemanfaatan teknologi digital dapat menjadi alat untuk memperkuat transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam proses demokrasi.
Secara keseluruhan, demokrasi politik di Indonesia masih dalam perjalanan menuju kedewasaan. Harapan besar untuk demokrasi substansial yang inklusif, adil, dan transparan harus terus dijaga dan diperjuangkan, meskipun tantangan yang dihadapi sangat kompleks dan multidimensional. Dengan komitmen bersama dari pemerintah, partai politik, lembaga negara, dan masyarakat sipil, Indonesia dapat mewujudkan demokrasi yang tidak hanya di atas kertas, tetapi benar-benar hidup dan memberikan manfaat nyata bagi seluruh rakyatnya. Dan juga demokrasi politik di Indonesia masih dalam tahap konsolidasi dan pembenahan. Untuk menuju demokrasi yang substansial dan berkeadilan sosial, diperlukan komitmen kuat dari seluruh elemen bangsa-pemerintah, partai politik, lembaga negara, dan masyarakat sipil-untuk mengedepankan integritas, transparansi, dan partisipasi aktif rakyat dalam proses politik. Hanya dengan demikian, cita-cita Indonesia sebagai negara demokrasi yang adil dan makmur dapat benar-benar terwujud. (*)