Kedua, menerapkan kebijakan pajak bersih dan progresif. Daron Acemoglu dan James Robinson dalam bukunya Why Nations Fail? menyatakan pentingnya peran institusi politik dan ekonomi yang inklusif dalam mendorong kemajuan dan kesetaraan. Reformasi fiskal progresif yang efektif—termasuk pajak yang adil untuk kelompok super kaya—serta memperluas jaminan sosial di bidang kesehatan, pendidikan, dan pangan harus diterapkan.
Terkait hal itu, kita patut berkaca dan menjadikan contoh kebijakan pemerintah Swedia, Australia, Belgia, dan Finlandia. Mereka merupakan contoh sukses dalam menurunkan tingkat ketimpangan menjadi hampir separuhnya (0,50 menjadi sekitar 0,25). Di Swedia misalnya, pemerintah menetapkan pajak pendapatan orang kaya bisa mencapai 61 persen, sedangkan di Belgia dan Finlandia mencapai di atas 50 persen. Pada saat yang sama, masyarakat dengan pendapatan rendah dibebaskan dari kewajiban membayar pajak pendapatan individu.
Dalam konteks Indonesia, ada studi yang menyatakan, jika pajak kekayaan dikenakan hanya pada 50 orang terkaya di Indonesia, misal dengan tarif 2 persen dari total kekayaan mereka saja, maka potensi penerimaan negara mencapai Rp81,56 triliun setiap tahun (Celios, 2025). Sayangnya, dalam pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2026 kemarin, Prabowo nampak belum menyentuh aspek yang selama ini belum menjadi perhatian serius oleh pemerintah, yakni pajak progresif kekayaan.
Pajak merupakan instrumen untuk mewujudkan keadilan. Dari pajak ini, kemudian diredistribusi melalui program-program sosial dan strategis seperti perluasan kesehatan, pendidikan, program padat karya, memberikan akses air bersih, pemberdayaan kelompok rentan, dukungan usaha UMKM dan program yang menyasar masyarakat lapisan bawah lainnya.
Ketiga, keberpihakan pada petani dan nelayan. Pemenang hadiah Nobel Ekonomi, Paul Krugman pernah berujar, ketimpangan adalah akibat keberpihakan institusi pemerintah dan politik pada kelompok tertentu. Sebaliknya, keberpihakan terhadap hajat hidup orang banyak akan melahirkan kesejahteraan yang berkeadilan.
Di Indonesia, pertanian, kehutanan dan perikanan adalah sektor yang harus mendapatkan perhatian khusus karena menjadi sektor dominan. Berdasarkan data terbaru, sekitar 28,54 persen dari total angkatan kerja nasional bekerja di sektor ini, atau setara dengan 40,67 juta orang. Keberpihakan pemerintah di sektor pertanian adalah suatu keharusan karena sejauh ini, para petani merupakan tulang punggung ekonomi bangsa.