Oleh : Nofrizon
Anggota DPRD Sumbar
(Mantan Pegawai Deppen Prov Sumbar)
Ada peristiwa menarik pada peringatan HUT RI ke- 80 di depan kantor Gubernur Sumbar Minggu (17/8) kemarin. Tiga orang tokoh terpilih dan dinobatkan sebagai sosok menginspirasi dan mendapat penghargaan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Dimata saya dua tokoh patut dan sangat layak mendapatkan itu. Bidan Dona dari Pasaman yang menyeberangi sungai untuk mengobati pasien sangatlah menginspirasi kita. Sebagai tanggungjawab profesi, bidan Dona bersedia mengorbankan nyawanya menghadang derasnya arus sungai untuk bisa mengobati warga. Sungguh ini aksi heroik yang patut kita apresiasi.
Begitu juga dengan Basrizal Koto. Sebagai pengusaha Minang yang sukses di rantau, beliau mau pulang dan berinvestasi di kampung halaman. Ketika ranah ini tak dilirik investor, Basko mau menjadi “martil”. Beliau mengelontorkan dana dalam jumlah besar membangun Basko City Mall. Bisnis retail yang sudah mulai “lesu darah” diinjeksinya kembali. Bisnis retail yang sepi harapan kini kembali bergairah.
Bagi Basko, Basko City Mall bukanlah investasi pertamanya di kampung halaman. Jauh sebelumnya Pak Basrizal Koto juga sudah berinvestasi di Basko Grand Mall dan Basko Hotel. Banyak lagi investasi Pak Basko untuk ranah ini. Saya yakin dalam berinvestasi di ranah beliau tak melulu memikirkan profit. Mungkin inilah cara beliau membantu ranah sesuai amanat sang ibu.
Satu lagi ada pak Tabrani (mantan Ka Balai Jalan dan Jembatan Kementrian Pekerjaan Umum). Maaf, ini bukan bermaksud ke ranah pribadi pak Tabrani.
Secara pengorbanan dan tupoksi, maaf rasanya Tabrani tidaklah dalam posisi sebesar Basko. Tugas pembangunan jalan dan jembatan yang dia lakukan untuk Sumatera Barat hanya sebuah tugas dan fungsi jabatan. Maaf, rasanya keberhasilan dalam membawa anggaran pusat juga tidak dari perjuangan beliau. Semuanya itu hanyalah penugasan atas anggaran yang memang sudah di ploting di Kementeian PUPR
Secara struktural, Ka Balai adalah hanya pejabat eselon 3 dan gubernur selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah dapat saja berbuat banyak untuk posisi itu. Bahkan dimasa lalu, program apa yang akan diusulkan ke kementrian juga harus direport ke gubernur sebelum diusulkan ke kementrian. Bahkan di eranya Pak Gamawan Fauzi sering beliau melakukan koordinasi bersama (Dinas Prasarana Jalan dan jembatan, dinas sumber daya air dan dinas tarkim). Langkah koordinasi program ini agar pembangunan infrastruktur bisa lebih maksimal dan tepat sasaran.
Disamping itu, penghargaan kepada Bapak Tabrani menurut saya sebagai bagian kamuflase untuk menutup kondisi jalan provinsi yang menjadi kewenangan langsung Pemerintah Provinsi Sumatera Barat banyak yang rusak parah, dengan penghargaan tersebut seakan memberikan gambaran kondisi jalan di Sumbar sudah sangat bagus. Tetapi itu baru jalan nasional yang tidak menjadi kewenangan gubernur sedangkan jalan provinsi sendiri hancur total tanpa dukungan anggaran yang memadai dan perhatian yang serius dari gubernur. Alokasi APBD Sumatera Barat lebih banyak di arahkan pada program – program yang tidak jelas sasarannya.
Beberapa ruas jalan Provinsi di Sumatera Barat mengalami kerusakan. Data dari BPS Sumatera Barat menunjukkan bahwa dari total panjang jalan provinsi, terdapat 406,66 km dalam kondisi rusak berat 135,49 km rusak , 108,59 km sedang, dan 1040,76 km dalam kondisi baik. Kerusakan ini terutama disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia pakai, muatan kendaraan yang melebihi kapasitas (overloading) dan kondisi cuaca ekstrem.
Faktor penyebab kerusakan salah satunya overloading. Banyak kendaraan berat dengan muatan melebihi kapasitas jalan yang melintas, mempercepat kerusakan jalan, terutama di ruas jalan yang di lalui kendaraan angkutan tambang
Berikut Rincian panjang jalan provinsi yang rusak berat per kabupaten/ kota di Sumbar tahun 2023:
· Pasaman Barat 91,48 km
· Kabupaten Solok 86,55 km
· Kabupaten Agam 43,62 km
· Solok Selatan 38,12 km
· Limapuluh Kota 36,59 km
· Pasaman 35,77 km
· Pesisir Selatan 15,65 km
· Sijunjung 15,22 km
· Padang 14,86 km
· Padang Pariaman 11,24 km
· Dharmasraya 10,42 km
· Tanah Datar 3,70 km
· Sawahlunto 1,47 km
· Kep. Mentawai 0,97 km
· Kota Solok 0 km
· Padang Panjang 0 km
· Bukittinggi 0 km
· Payakumbuh 0 km
Terus terang saya mempertanyakan itu. Maaf, mungkin akan jauh lebih bijak kalau penghargaan itu diberikan pada Dirjen Jalan dan Jembatan Kementrian PUPR. Anggap saja ini “panjuluak” Anggaran untuk masa yang akan datang.
Kalaulah harus anak negeri juga kenapa tidak Andre Rosiade yang dinobatkan dengan penghargaan tokoh pembangunan itu. Apa kurangnya Andre?
Andre Sudah Terbukti
Secara partai saya dengan Andre jelas berbeda. Daerah pemilihan saya dengan Andre juga tidak sama. Tak ada persaingan personal dan partai diantara kami berdua.
Sebagai bagian dari publik Sumatera Barat saya sangat bangga dan mengapresasi Andre Rosiade. Kepeduliannya terhadap ranah tak berbatas wilayah. Secara tupoksi Andre memang di komisi VI DPR RI. Namun soal perjuangan untuk pembangunan daerah Andre dimata saya tak ada tandingannya.
Akses dan lobi Andre dalam mencarikan dan meloloskan anggaran untuk pembangunan sudah sangat banyak. Mulai dari melanjutkan tol Padang-Sicincin yang nyaris gagal namun Andre mampu memberikan asa. Tol yang semua dianggap mimpi namun hari ini sudah dapat dinikmati.
Begitu juga jalan Lembah Anai. Galodo yang meluluh lantakan Lembah Anai dan memutus badan jalan juga tak lepas dari “presure” dan desakan Andre. Berulang kali beliau mendatangi kementrian PUPR dan BNPB. Berbagai cara dilakukannya agar jalan yang menjadi nadinya ekonomi Sumbar ini tersambung kembali.
Ketika Bung Two Efly menulis bonyoknya jalan Balingka akibat terputusnya jalan Lembah Anai, Andre dengan spontan langsung menelpon Dirjen PUPR. Andre jelas dan tegas mendesak agar kementrian ikut membantu maintanance jalan Balingka yang sudah bonyok. Masih tergiang di telinga ini, Andre berucap, “Bantu ya jalan Balingka, Pemprov Sumbar tak memiliki dana untuk perbaikan jalan alternatif itu”.
Begitu juga Jalan Air Dingin yang menghubungkan Solok dengan Solok Selatan. Andre berulang-ulang dan gigih memperjuangkan itu. Tidak itu saja Inpres Jalan Daerah (IJD) juga diperjuangkan dengan maksimal. Perbaikan irigasi, pembangunan beberapa jembatan di Sumbar, Pembangunan BTS-BTS yang belum di daerah-daerah yang belum terjangkau jaringan komunikasi seluler dan internet.
Teranyar, Andre juga memperjuangkan sesuatu yang tak masuk akal menjadi masuk akal dan dikerjakan. Fly over Sitinjau Lauik yang semula dianggap guyonan kini sudah mulai dikerjakan. Maaf, banyak lagi dan sangat banyak lagi kalau perjuangan Andre ini untuk diungkap satu per satu.
Dimata saya, rasanya tokoh pembangunan itu lebih cocok dan tepat diberikan pada Andre. Saya yakin publik juga bisa memilah dengan baik kok. Betul Andre dari Gerindra dan orang politik. Namun, perjuangan dan pengorbanan Andre meninggalkan labelisasi politiknya.
Bagi saya indikatornya sederhana, Andre dalam membantu ranah tidak berperdoman pada dapilnya. Sepanjang masih Sumbar dia perjuangkan.
Maaf, Kenapa bukan Andre? Jangan-jangan apa yang dilakukan Andre selama ini untuk ranah dianggap angin lalu saja oleh Pemprov. Apakah, pengorbanan Andre kalah jauh dengan Tabrani?
Semoga saja pikiran sempit saya ini tidak benar. Toh di akar rumput saya haqul yakin Andre lah yang paling tepat dan patut mendapat penghargaan itu.
Saya yakin Andre dalam berjuang membangun daerah tidaklah mengharap itu. Bagi Andre memperjuangkan daerah adalah tanggungjawabnya sebagai wakil rakyat, perjuangannya untuk kampung halaman.
Meskipun begitu, sebagai insan dan bagian dari publik saya berharap pandang dan hargailah perjuangan Andre itu. Siapa lagi yang akan membesarkan tokoh penyambung “lidah masyarakat” itu kalau tidak kita pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Ke depan saya berharap, selektif lah dalam memilah dan memilih tokoh. Berikanlah penghargaan itu pada orang yang patut dan sudah terbukti dalam membangun ranah ini. Semoga saja pemikiran saya ini dapat dijadikan pertimbangan di masa mendatang. (*)