Oleh: Prakoso Bhairawa Putera (Direktur Perumusan Kebijakan Riset, Teknologi, dan Inovasi BRIN)
Dalam rangka mengakselerasi transformasi wilayah perbatasan darat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, Pemerintah Indonesia perlu segera mengimplementasikan konsep strategis nasional yang disebut sebagai Kawasan Merah Putih. Kawasan ini tidak hanya menjadi simbol penguatan kedaulatan di wilayah terdepan, tetapi juga berfungsi sebagai zona integrasi pembangunan yang mendorong pemerataan pertumbuhan, inklusi sosial, dan penguatan konektivitas lintas batas.
Pembentukan Kawasan Merah Putih merepresentasikan pergeseran paradigma dari pendekatan sektoral dan administratif menjadi pendekatan terintegrasi yang menggabungkan dimensi ekonomi, sosial, kelembagaan, dan keberlanjutan.
Pemikiran tersebut tertuang dalam policy brief yang disusun oleh peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II Angkatan II Tahun 2025, yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara. Lalu bagaimana konsep Kawasan Merah Putih tersebut?
Decky Haedar Ulum, dkk (2025) dalam policy briefnya menegaskan bahwa Kawasan Merah Putih dirumuskan dengan belajar dari praktik-praktik terbaik sejumlah negara yang berhasil mentransformasikan wilayah perbatasan dari zona marginal menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Berbagai model menunjukkan bahwa pendekatan lintas sektor, tata kelola bersama, fleksibilitas regulasi, dan integrasi sosial-ekonomi menjadi kunci keberhasilan. Dengan mengadaptasi elemen-elemen tersebut secara kontekstual, Kawasan Merah Putih dapat dikembangkan sebagai zona inovatif yang mendorong pertumbuhan inklusif dan memperkuat kedaulatan negara.
Dalam implementasinya, Kawasan Merah Putih dapat dirancang berdasarkan enam prinsip utama. Pertama, mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan dan adaptif, melalui pendekatan berbasis resiliensi ekologis dan sosial, daya dukung wilayah, serta mitigasi risiko bencana dan perubahan iklim. Selanjutnya, menjadikan ekonomi sebagai lokomotif, melalui pembangunan Kawasan Ekonomi Perbatasan Terpadu (KEPT) dan hilirisasi komoditas unggulan lokal sebagai titik masuk utama pembangunan, yang memicu efek domino terhadap dimensi sosial, politik, dan kelembagaan.
Ketiga,infrastruktur dan teknologi cerdas, seperti digitalisasi layanan publik, perluasan konektivitas internet, serta sistem pengawasan wilayah berbasis geospasial untuk mendukung efisiensi logistik dan pelayanan lintas batas.