SAWAHLUNTO, HARIANHALUAN.ID – Di pagi yang sepi di sebuah desa bernama Silungkang Oso, matahari mulai menyapa lembut bukit-bukit tinggi yang mengelilingi, membangunkan harapan baru di hati seorang pria yang telah bertahun-tahun merantau jauh dari kampung halaman.
Ferdinal, yang kini berusia 47 tahun pada 26 September 2025, berdiri dengan penuh keyakinan sebagai Kepala Desa, membawa bersama dirinya persatuan cerita, mimpi, dan sejuta inovasi. Dua tahun sudah ia menapaki jalan ini, bukan hanya untuk memimpin, tapi untuk membangkitkan keindahan dan potensi yang pernah ia lihat hanya dalam angan.
Ferdinal menyimpan kisah tentang kerinduan pada kampung halaman. Tahun 1997, ia meninggalkan Silungkang Oso, mengejar karier di perusahaan besar dengan posisi strategis. Hidupnya mapan, penuh kesibukan dan dikelilingi gemerlap kota. Namun di setiap perjalanan dinas, setiap kali melihat daerah yang maju, hatinya selalu berbisik: “Seandainya kampung saya seperti ini…”
Namun, titik balik perjalanan Ferdinal dimulai pada tahun 2014, ketika ia memutuskan untuk meninggalkan gemerlap kota dan karier mapannya itu untuk kembali ke tanah kelahirannya.
Kala itu, perpustakaan desa yang sederhana menjadi tempat berlabuhnya kecintaan baru Ferdinal. Bersama Pak Bambang Suherman, sosok senior yang bijak dan sabar, ia menelaah buku-buku tentang sejarah desa dan potensi pertanian yang tersimpan. Setiap halaman seakan mengalirkan kekuatan baru, membuka matanya bahwa bukan hanya tanah atau hasil bumi yang harus dikembangkan, tapi jiwa dan karakter manusia desa harus dibangun dengan sentuhan inovasi, namun tetap melekat pada akar budaya dan kearifan lokal.
Namun perubahan tidak datang tanpa rintangan. Berjuang melawan kebiasaan lama dan pemikiran yang sudah mengakar di hati masyarakat bukan perkara mudah. Ferdinal menghadapi skeptisisme, penolakan bahkan keraguan di setiap langkah. Tapi dari hatinya yang penuh cinta, ia yakin bahwa “kita bisa kalau mau.” Dengan sabar, ia mengajak warga menari dalam irama perubahan, menenun kecerahan baru di kain kehidupan desa.
Pengalaman berharga juga ia dapatkan sebagai Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) pada tahun 2016 dari Dinas Sosial PMD PPA Kota Sawahlunto. Di sinilah ia belajar mendengar, merasakan, dan memanusiakan sesama, kalau dalam bahasa Jawa-nya “nguwongke uwong.”
Bersama warga yang rentan, dengan kisah hidup yang pelik dan pilu, Ferdinal menghimpun potongan demi potongan makna hidup yang sesungguhnya. Ia tak hanya memberi bantuan, tetapi hadir sebagai sahabat dan pendamping yang setia, memperkuat semangat warga untuk bangkit dan percaya bahwa mereka layak hidup layak dan bermartabat.