Lebih dari itu, sumber daya manusia (human resources ) baik yang tinggal di ranah maupun di rantau relatif baik. Saya tak ingin menyebut Bung Hatta atau Tan Malaka sebagai bukti keunggulan manusia masa lalu kabupaten ini. Karena, khawatir dikatakan mimpi masa lalu. Tapi, saya juga mengetahui bahwa betapa banyak tokoh-tokoh hebat berasal dari kabupaten ini.
Minggu lalu, saya ketemu dua profesor di Masjid Ummi Alahan Panjang. Dua-duanya berasal dari Lima Puluh kota dan atau Payakumbuh, yaitu Prof Weri mantan Rektor Unand dan Prof Helmi guru besar Fakultas Pertanian Universitas Andalas yang kaya ide dan pemikiran.
Saya pernah menghitung sejumlah dokter spesialis yang berasal dari “mudiak” kabupaten ini. Yaitu di nagari-nagari yang berada di sepanjang jalan dari Payakumbuh menuju Koto Tinggi.
Bukan saja dokter, para intelektual dalam berbagai disiplin ilmu lainnya juga tak sedikit jumlahnya. Demikian pula wartawan hebat, pengusaha, para profesional. Banyak yang menjadi direktur bahkan CEO perusahan besar nasional dan BUMN berkelas. Saya pernah mengatakan pada suatu ketika, bahwa pada nagari tertentu di Kabupaten Lima Puluh Kota, yang bila dibagi jumlah rumah dan jumlah sarjana di nagari tersebut, mungkin sama banyaknya. Artinya, setiap rumah punya satu sarjana.
Tahun 1979-1980, saya ditempatkan Kuliah Kerja Nyata di Kabupaten Lima Puluh kota. Saya menyaksikan keuletan masyarakatnya dalam berusaha, baik di bidang pertanian, peternakan dan perdagangan maupun sektor lainnya. Itu sudah lebih 40 tahun yang lalu, sekarang tentu lebih hebat lagi.
Tanpa menyebut nama, saya mengetahui dan mengenal beberapa sosok yang sukses dalam berbagai bidang yang berasal dari wilayah ini. Mudah-mudahan nanti diungkap semua dalam buku 1001 tokoh Minang, yang kini sedang dalam tahap akhir penuntasan penulisannya yang di gagas, ditulis sahabat saya Hasril Chaniago dkk, seorang wartawan senior, penulis dan pemerhati sejarah yang juga putra Minang asal Kabupaten Lima Puluh Kota yang sedang berkibar itu.