Sementara itu, di bidang ketenagakerjaan, ada kemajuan yang patut dicatat. Tingkat pengangguran terbuka turun menjadi sekitar 4,8 persen, seiring dengan meningkatnya partisipasi angkatan kerja. Namun, persoalan kualitas pekerjaan masih menjadi masalah serius. Sebagian besar lapangan kerja baru tercipta di sektor informal dengan upah rendah dan tanpa jaminan sosial memadai. Pekerjaan di sektor formal tumbuh lambat karena industri padat karya masih lesu dan investasi baru lebih banyak mengalir ke sektor ekstraktif dan properti. Akibatnya, meski angka pengangguran menurun, produktivitas tenaga kerja belum meningkat secara signifikan.
Persoalan ketimpangan juga belum membaik. Gini ratio masih bertahan di kisaran 0,38, menunjukkan kesenjangan pendapatan yang tinggi antara kelompok menengah atas dan bawah. Pertumbuhan ekonomi selama setahun terakhir masih lebih banyak dinikmati oleh kelompok ekonomi mapan di perkotaan. Sementara itu, masyarakat di pedesaan, sektor pertanian, dan sektor informal belum mendapatkan manfaat signifikan dari pertumbuhan tersebut.
Pemerintah memang terus menggelontorkan program bantuan sosial, program padat karya, dan subsidi pangan, namun langkah-langkah ini lebih bersifat pereda jangka pendek ketimbang solusi struktural. Tanpa peningkatan produktivitas dan transformasi sektor ekonomi, kesenjangan ini berpotensi membesar.
Kinerja ekspor dan impor juga memperlihatkan dinamika menarik. Ekspor Indonesia mengalami perlambatan seiring penurunan harga komoditas andalan seperti batu bara, minyak sawit mentah, dan nikel. Di sisi lain, impor bahan baku dan barang modal meningkat karena aktivitas industri mulai pulih. Akibatnya, surplus perdagangan menyempit.
Pemerintah memang mendorong kebijakan hilirisasi mineral untuk meningkatkan nilai tambah ekspor, namun hasilnya belum sepenuhnya terlihat. Beberapa proyek hilirisasi masih terkendala teknologi, pembiayaan, dan ketergantungan pada investor asing. Di sektor investasi, Indonesia tetap menjadi tujuan utama di Asia Tenggara, tetapi sebagian besar penanaman modal asing masih terfokus pada sektor sumber daya alam dan properti. Sektor manufaktur berteknologi tinggi dan ekonomi digital masih menghadapi hambatan regulasi, kepastian hukum, dan infrastruktur pendukung.
Dalam konteks global, posisi Indonesia terlihat relatif kuat karena tetap tumbuh stabil di tengah tekanan ekonomi dunia. Namun, di tingkat domestik, tantangan fundamental masih banyak. Ketergantungan pada konsumsi domestik tanpa dukungan kuat dari investasi produktif dan ekspor berisiko membuat ekonomi stagnan dalam “perangkap dengan pertumbuhan tingkat menengah” (Middle Income trap). Sementara itu, belanja negara yang semakin besar, jika tidak diimbangi dengan peningkatan penerimaan yang berkelanjutan, dapat mempersempit ruang fiskal dan menurunkan kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi jangka panjang.











