Oleh : Medi Iswandi ( Mahasiswa Program Doktor FEB Universitas Andalas)
Pembangunan adalah denyut nadi kehidupan sebuah wilayah. Indikatornya bukan hanya sekadar deretan angka pada laporan statistik, melainkan kisah panjang tentang perjuangan manusia untuk hidup lebih baik, perjalanan dari keterbatasan menuju kemandirian, dari keprihatinan menuju kemajuan dan dari kemiskinan menuju kesejahteraan yang bermartabat.
Menurut saya, sebuah daerah dikatakan maju bukan karena banyak berdirinya gedung tinggi atau jalannya lebar serta industri-industri besar dengan cerobong asap pabrik yang merubah langit biru menjadi abu-abu. Sebuah Daerah yang maju karena manusianya berdiri tegak dengan martabat dan harapan.
Di situlah hakikat pembangunan sejati yaitu membangun manusia, bukan hanya membangun fisik. Dan semua itu berpangkal pada satu hal yaitu siklus pembangunan yang inklusif, yang menyeimbangkan antara aktivitas ekonomi, peningkatan kualitas manusia, dan pemerataan hasil pembangunan.
Dimulai dari Membangun Manusia
Manusia adalah pusat dari seluruh kebijakan pembangunan. Ketika kualitas hidup manusia meningkat, maka seluruh aktivitas ekonomi dan sosial akan ikut bergerak.
Data BPS menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Barat tahun 2024 mencapai 76,43, nomor dua tertinggi di Pulau Sumatera dan melampaui Jawa Barat (74,92), Jawa Timur (75,35), dan Sulawesi Selatan (75,18).
Angka ini menandakan daya saing manusia Sumatera Barat tumbuh kuat. Keberhasilan ini bukan hasil instan. Tapi lahir dari kerja panjang dan ketekunan para guru yang mendidik tanpa lelah mulai dari kota yang penuh dinamika sampai ke pelosok daerah terpencil yang penuh tantangan, dari tenaga kesehatan yang menjaga kehidupan, serta dari masyarakat yang tak berhenti berjuang agar anak-anaknya menembus batas pendidikan yang lebih tinggi. Ketika manusia berkembang, maka pembangunan inklusif menemukan maknanya.










