Kemiskinan Menurun, Martabat Meningkat
BPS mencatat bahwa tingkat kemiskinan Sumatera Barat pada maret 2025 sebesar 5,35 persen, jauh lebih rendah dibanding Sumatera Selatan (10,51%), Jawa Timur (9,50%), dan Sulawesi Selatan (7,60%). Angka ini menunjukkan bahwa program pengentasan kemiskinan di Sumatera Barat berjalan cukup efektif dan berpihak kepada rakyat kecil dibandingkan beberapa provinsi lain.
Namun, angka bukanlah tujuan akhir. Yang terpenting adalah perubahan nyata di lapangan, masyarakat miskin yang memiliki usaha sendiri, petani yang mulai bisa menabung, dan pelaku UMKM yang menembus pasar digital.
Kemiskinan bukan hanya soal kekurangan, tetapi tentang kehilangan kesempatan.Dan pembangunan inklusif bertujuan untuk mengembalikan kesempatan kepada setiap warga negara, agar mereka dapat bangkit dengan kekuatan sendiri.
Keadilan Sosial Menjaga Harmoni
Aktivitas ekonomi dan penurunan kemiskinan tidak akan berarti tanpa keadilan sosial. BPS menunjukkan bahwa Gini Ratio Sumatera Barat maret 2025 sebesar 0,282, termasuk yang paling rendah di Indonesia. Sebagai perbandingan, Jawa Barat mencatat 0,430 dan Jawa Timur 0,369. Artinya, hasil pembangunan di Sumatera Barat relatif merata, tidak terkonsentrasi manfaatnya hanya pada segelintir pemodal yang berinvestasi dan mengeruk sumber daya alam tapi gagal meneteskan manfaat untuk masyarakat sekitarnya.
Keadilan sosial inilah yang menjadi fondasi bagi stabilitas dan keberlanjutan pembangunan. Ketika kesenjangan rendah, rasa percaya hadir. Ketika kesempatan terbuka untuk semua, tumbuhlah rasa memiliki. Pemerataan bukan sekadar kebijakan ekonomi, tetapi manifestasi dari nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Siklus Pembangunan yang Inklusif dan Dinamis
Dari data dan dinamika diatas, dapat kita lihat bahwa pembangunan adalah siklus yang saling memperkuat. Pembangunan terjadi secara inklusif jika kualitas manusia meningkat, kemiskinan berkurang, pemerataan semakin nyata serta kualitas hidup masyarakat semakin baik.










