Oleh: Dr.dr. Drajad Priyono, Sp.PD-KGH, FINASIM (Dosen Program Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam dan Subspesialis Ginjal Hipertensi UNAND)
HARIANHALUAN.ID – Bolehkah pasien penyakit ginjal kronis berpuasa di bulan Ramadan? Pertanyaan ini hampir selalu muncul menjelang Ramadan, terutama dari pasien yang khawatir kondisi ginjalnya memburuk jika berpuasa.
Kekhawatiran tersebut wajar, mengingat fungsi ginjal yang sudah menurun membuat tubuh lebih sensitif terhadap perubahan pola makan dan asupan cairan selama berpuasa.
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan kondisi ketika fungsi ginjal menurun secara bertahap selama lebih dari tiga bulan. Jika terus memburuk, pasien pada akhirnya memerlukan terapi pengganti ginjal dialisis, baik hemodialisis maupun peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. PGK bukan hanya masalah medis individu, tetapi juga menjadi tantangan kesehatan masyarakat.
Data Indonesian Renal Registry (IRR) menunjukkan bahwa jumlah penderita PGK di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2018, tercatat 66.433 kasus baru PGK. Di Sumatera Barat, prevalensi PGK mencapai 0,2%, dengan angka tertinggi di Kabupaten Tanah Datar dan Kota Solok sebesar 0,4%, serta 0,3% di Kota Padang.
Angka ini menunjukkan perlunya edukasi dan pemahaman yang benar bagi masyarakat, termasuk mengenai puasa bagi pasien PGK.
Ramadan adalah momen istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Setiap tahunnya, lebih dari satu miliar Muslim menjalankan ibadah puasa, dengan durasi bervariasi antara 12 hingga 19 jam tergantung lokasi geografis. Puasa Ramadan tidak hanya bernilai ibadah spiritual, tetapi juga memberikan manfaat kesehatan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa puasa dapat membantu menurunkan berat badan dan kadar lemak tubuh, memperbaiki kontrol gula darah dan tekanan darah, serta membantu menurunkan tingkat stres.
Lalu, apakah pasien PGK boleh berpuasa? Jawabannya tidak tunggal, karena bergantung pada kondisi medis masing-masing pasien. Namun, beberapa penelitian memberikan hasil yang cukup optimis.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa sebagian besar pasien PGK stadium awal (stadium 1–3) dapat berpuasa dengan aman, selama mereka menjalani pemantauan yang tepat. Puasa juga terbukti membantu menurunkan proses peradangan dalam tubuh, yang dikenal dapat mempercepat kerusakan ginjal. Penurunan indikator peradangan seperti C-reactive protein (CRP) dan IL-6 menunjukkan bahwa puasa dapat memberi efek positif bagi tubuh.
Selain itu, publikasi di Clinical Kidney Journal melaporkan bahwa pasien PGK yang berpuasa secara terpantau dapat mengalami perbaikan tekanan darah dan profil metabolik. Hal ini menunjukkan bahwa, dengan tata laksana yang tepat, puasa dapat menjadi bagian dari gaya hidup sehat bagi sebagian pasien PGK.
Bagaimana dengan pasien yang sudah menjalani hemodialisis? Pada sebagian pasien, puasa masih memungkinkan untuk dilakukan, asalkan ada penyesuaian jumlah asupan cairan dan jadwal dialisis yang tepat.
Meski demikian, keputusan untuk berpuasa pada pasien dialisis harus dilakukan lebih hati‑hati dan melalui pertimbangan medis yang matang. Tidak semua pasien dialisis dianjurkan berpuasa, terutama mereka dengan kondisi tidak stabil atau memiliki keluhan medis yang belum terkontrol.
Meskipun memiliki manfaat, pasien PGK tetap perlu memahami risiko yang dapat muncul saat berpuasa.
Salah satu risiko yang cukup sering terjadi adalah hipoglikemia, atau turunnya kadar gula darah secara drastis. Kondisi ini dapat menyebabkan tubuh berkeringat dingin, gemetar, lemas, hingga pingsan. Selain itu, menjaga keseimbangan cairan juga menjadi hal penting bagi pasien PGK. Kekurangan cairan dapat memperburuk fungsi ginjal, sementara kelebihan cairan juga berbahaya karena dapat menyebabkan sesak dan beban berlebih pada jantung dan paru‑paru.
Agar puasa Ramadan tetap aman bagi pasien PGK, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, lakukan konsultasi dengan dokter spesialis ginjal sebelum memutuskan untuk berpuasa. Setiap pasien memiliki kondisi medis yang berbeda, sehingga keputusan untuk berpuasa sebaiknya dibuat berdasarkan evaluasi medis. Kedua, konsumsi obat‑obatan tetap harus dilakukan sesuai anjuran dokter. Menghentikan obat tanpa instruksi dapat berdampak buruk pada kesehatan. Ketiga, atur asupan cairan dengan tepat. Bagi pasien dengan pembatasan cairan, jumlah asupan tetap harus sesuai anjuran dokter, bukan mengikuti standar umum “delapan gelas per hari”.
Keempat, pilih makanan yang ramah bagi ginjal. Kurangi konsumsi makanan tinggi garam, makanan olahan, serta makanan tinggi kalium seperti pisang, alpukat, tomat, dan kentang. Kelima, kenali tanda bahaya saat berpuasa. Bila muncul keluhan seperti pusing berat, jantung berdebar, tubuh gemetar, keringat dingin, atau penurunan kesadaran, pasien sebaiknya segera membatalkan puasa. Jika keluhan tidak membaik setelah makan dan minum, segera lakukan pemeriksaan medis.
Pada akhirnya, puasa Ramadan dapat memberikan manfaat bagi sebagian pasien PGK, namun pelaksanaannya tidak boleh disamaratakan. Keputusan berpuasa harus mempertimbangkan kondisi kesehatan secara menyeluruh dan dilakukan dalam pengawasan dokter. Dengan persiapan, pemahaman, dan pemantauan yang tepat, pasien PGK dapat menjalankan ibadah puasa dengan lebih aman dan nyaman.
Semoga Ramadan yang akan datang membawa kebaikan, kesehatan, dan keberkahan bagi kita semua. Semoga ibadah puasa diterima dengan penuh rahmat dan memberikan manfaat, baik untuk kesehatan maupun keimanan.
(*)










