HARIANHALUAN.ID – Di tengah geliat perubahan global yang serba cepat, desa atau nagari kini berada di persimpangan sejarah. Di satu sisi, desa masih berhadapan dengan realitas ekonomi yang berat, kesenjangan pendapatan, terbatasnya akses informasi dan rendahnya literasi digital. Namun di sisi lain, peluang besar terbentang lebar melalui satu kata kunci, digitalisasi.
Digitalisasi bukan sekadar tren teknologi. Ia adalah jembatan yang bisa menghubungkan desa dengan pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih dari itu, digitalisasi bisa menjadi alat emansipasi baru, membuka ruang bagi masyarakat nagari untuk berdikari secara ekonomi, sosial dan intelektual.
Beberapa waktu lalu, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat meluncurkan program Nagari Creative Hub (NCH), sebuah inisiatif yang patut diapresiasi. Program ini bukan hanya wadah kreatif, melainkan laboratorium masa depan bagi nagari-nagari di ranah Minang untuk menemukan cara baru dalam memajukan ekonomi lokal melalui teknologi digital.
Fokusnya jelas, memperkuat ekonomi kreatif, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, serta membangun infrastruktur digital yang merata. Melalui NCH, masyarakat desa diharapkan tidak sekadar menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta inovasi. Di sinilah letak nilai strategisnya, karena kemajuan sebuah nagari tidak lahir dari proyek besar, tetapi dari ide-ide kecil yang dikelola dengan cerdas.
Namun mari jujur. Digitalisasi desa tidak semudah menekan tombol “on”. Ia membutuhkan fondasi kuat, mulai dari infrastruktur internet, kesiapan sumber daya manusia, hingga dukungan kebijakan pemerintah yang konsisten. Tanpa itu, digitalisasi hanya akan menjadi jargon tanpa makna.
Kita tidak bisa berbicara tentang smart village jika akses internet masih tersendat, atau jika masyarakat belum memiliki keterampilan dasar dalam memanfaatkan teknologi. Maka, literasi digital harus menjadi prioritas. Desa tidak hanya perlu “dihubungkan”, tetapi juga “dipahami” bahwa teknologi hanyalah alat dan manusialah yang menentukan nilai dari alat itu.
Dalam konteks ini, Nagari Creative Hub seharusnya menjadi katalis, bukan sekadar proyek. Ia perlu bertransformasi menjadi gerakan sosial yang mendorong lahirnya komunitas kreatif, kolaborasi antar-nagari, serta ruang belajar bersama yang memupuk semangat inovasi.
Kita tahu, pembangunan desa selama ini sering tersandera oleh pola pikir lama, ketergantungan pada anggaran pemerintah. Padahal, dengan digitalisasi, nagari justru bisa menemukan sumber pendapatan baru, melalui promosi pariwisata digital, marketplace produk lokal, hingga layanan publik berbasis teknologi yang efisien.










