Khusus mengenai Pesantren Gontor ada yang menarik. Salah seorang pendirinya yakni Kiyai Imam Zarkasyi pada tahun 1930 an belajar di Thawalib Padang Panjang. Pesantren Gontor berkembang dan maju setelah Kiyai Imam Zarkasyi pulang dari belajar tersebut.
Apa yang disampaikan Bapak Jusuf Kalla dengan memberikan contoh tentang Thawalib Padang Panjang tentu ada benarnya. Sejak Thawalib berdiri yang dimulai dengan pengajian surau di Jembatan Besi tahun 1898 oleh Syekh Abdullah Ahmad, kemudian pengelolaannya diteruskan oleh Syekh Daud Rasjidi dan Syekh Abdul Latief Rajidi dan Syekh Abdul Karim Amrullah (ayah Buya Hamka), begitu banyak orang dari berbagai daerah di Indonesia bahkan sampai Malaysia, Siam yang datang belajar ke Padang Panjang.
Di bawah asuhan Syekh Abdul Karim Amrullah yang memimpin Thawalib tahun 1911, pengajian surau Jembatan Besi bertambah maju. Pelajaran kitab-kitab berbahasa Arab semakin meningkat, para penuntut ilmu agama bertambah banyak berdatangan dari sekeliling Minangkabau dan juga dari daerah-daerah lain, seperti dari Tapanuli, Aceh, Bengkulu/Bengkulen, Malaysia, Siam dan daera lainnya.
Dalam beberapa tahun saja, surau Jembatan Besi sudah menjadi pusat pengajian besar. Nama Syekh Abdul Karim Amrullah semakin harum dan semakin tersebar luas, baik sekitar wilayah Minangkabau, maupun di luarnya. Surau Jembatan Besi yang dipimpinnya menjadi pusat bagi segenap lapisan masyarakat yang ingin menuntut ilmu agama Islam.
Potret Thawalib pada waktu itu juga alami oleh Buya Hamka yang masuk Thawalib tahun 1918. Beliau mengikuti pendidikan dengan keadaan di Surau Jembatan Besi semakin ramai dan terpandang. Ia bersekolah di tempat ayahnya sebagai pimpinan pengajian surau yang didatangi berbagai kalangan dari berbagai daerah.
Kondisi yang sama pada kepemimpinan Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim yang memimpin Thawalib setelah Syekh Abdul Karim Amrullah pada tahun 1926. Dimasa tersebut orang yang datang belajar dari berbagai daerah. Termasuk mereka yang datang adalah Kiyai Imam Zarkasyi salah seorang pendiri Pesantren Gontor dan Prof. Ali Hasjmy mantan Gubernur Aceh.