Tentu pesan seperti itu dapat dimengerti. Karena perguruan perguruan tersebut adalah sekolah bersejarah yang berdiri telah lama seperti Thawalib Padang Panjang sejak 1898, Thawalib Parabek 1910, Adabiah 1915, Darul Funun 1854, Diniyah Putri 1923, Tarbiyah Chandung 1908, dan INS Kayu Tanam 1926.
Pada masa masanya, perguruan perguruan tersebut menjadi magnet bagi orang luar Sumbar datang belajar baik ke Padang Panjang, Padang, Bukittinggi, dan Padang Japang Payakumbuh. Sejarah perguruan perguruan tersebut memberikan kontribusi besar bagi dunia pendidikan bukan saja di Sumbar melainkan Indonesia.
Perguruan Thawalib Padang Panjang sendiri, oleh sejarawan Taufik Abdullah disebut sebagai sekolah Islam modern pertama di zaman Hindia Belanda, karena semasa Syekh Abdul Karim Amrullah (ayah Buya Hamka) melahirkan gagasan pendidikan klasikal, yakni perubahan pendidikan pengajian dari surau secara halaqah menjadi pendidikan klasikal dengan adanya jenjang pendidikan, kurikulum, buku pelajaran dan sebagainya.
Maka tak bisa dipungkiri, sejarah pendidikan di Sumbar tidak bisa dilepaskan dari kehadiran perguruan perguruan tersebut. Sehingga Minangkabau menjadi tempat orang lain datang untuk belajar, baik belajar agama Islam maupun belajar pengetahuan umum.
Karena perkembangan zaman dan terjadinya berbagai perubahan, tentu tidak bisa dihindari oleh perguruan perguruan tersebut. Berbagai dinamika perjalanan keberadaan perguruan perguruan tersebut membuat posisinya saat ini bagian dari perjalanan yang dialami sendiri.
Untuk itu pesan agar perguruan perguruan tersebut tetap eksis, tetap aktifitas pendidikan berjalan dan memberikan kontribusi bukan hanya untuk Sumbar tapi untuk Indonesia, tentu terus diharapkan. Itulah spirit dari dilaksanakannya lokakarya pada 13 Maret 2021 oleh MDN-Grup dengan moderator Prof. Fasli Jalal.