Di lokasi yang baru tidak terlepas dari dukungan masyarakat Padang Panjang khususnya Bukit Surungan sehingga aktifitas belajar dimulai kembali di lokasi baru. Pada saat Imam Zarkasyi datang dan belajar ke Thawalib, jumlah santri Thawalib pada saat itu terbilang banyak yang datang dari berbagai daerah di Indonesia bahkan negara tetangga. Malahan untuk daerah Aceh sendiri pada waktu itu mengirimkan khusus anak anak muda Aceh belajar ke Thawalib.
Salah seorang yang dikirim adalah Teuku Ali Hasjmy yang kemudian menjadi Gubernur Aceh dan Ulama Aceh. Maka dapat dibayangkan bahwa Imam Zarkasyi dari Ponorogo berbaur dengan berbagai santri Sumatera Thawalib dari berbagai daerah. Dan lebih penting lagi guru guru yang mengajar pada waktu itu adalah para alim ulama Minangkabau yang kuat keilmuannya.
Bawa ke Gontor
Kisah Imam Zarkasyi meski sekitar dua tahun sekolah di Thawalib Padang Panjang sangat membekas sekali. Seperti diceritakan Kiyai Amal Fathullah Zarkasyi dan Kiyai Hamid Fahmi Zarkasyi yang merupakan putra dari Imam Zarkasyi bahwa kisah sekolah di Thawalib selalu diceritakan kepada anak-anaknya.
Dari kisah tersebut, kata Kiyai Amal Fathullah Zarkasyi apa yang diajarkan di Pesantren Gontor merupakan apa yang dibawa oleh ayahnya dari Thawalib. “Apa yang diajarkan di Gontor sama dengan di Thawalib. Karena hal itu dibawa oleh ayah kami dari Thawalib ke Gontor,” ujarnya.
Setelah belajar di Thawalib, Imam Zarkasyi berlanjut belajar dengan Mahmud Yunus di Normal School Padang. Kata Kiyai Amal Fathullah, apa yang didapat dari Thawalib ditambah dari Normal School diramu oleh Imam Zarkasyi saat mendirikan Gontor.
Jadi perkembangan Gontor yang berdiri 1926 sampai saat ini tidak terlepas dari Thawalib Padang Panjang.
Sekolah Modern
Sumatera Thawalib zaman Syekh Abdul Karim Amrullah 1911-1926 dikenal sebagai pelopor sekolah Islam modern di zaman Hindia Belanda, demikian sebutan sejarawan Taufik Abdullah.