Oleh : Irwan Natsir (Sekretaris Yayasan Thawalib Padang Panjang)
BELAKANGAN rombongan keluarga besar Pondok Modern Darusaalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur sering berkunjung ke Perguruan Thawalib Padang Panjang. Kunjungan tersebut dengan tema napak tilas pendidikan Kiyai Imam Zarkasyi salah seorang trimurti pendiri dari Pesantren Gontor.
Sabtu 24 Juni 2023 Pimpinan Pondok Modern Darusaalam Gontor Kiyai Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi bersama Rektor Universitas Darusaalam Gontor Prof. Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi dan rombongan melakukan napak tilas ke Thawalib.
Yang teranyar, ratusan alumni Gontor dengan sebutan TAJMAHAL
Alumni Gontor 593-694 Clavis-Egypt Napak Tilas ke Thawalib Kamis 6 Juli 2023.
Kunjungan napak tilas tersebut menambah daftar dari kedatangan keluarga besar Gontor ke lembaga pendidikan Islam tertua di Minangkabau ini. Sebelumnya baik secara rombongan maupun perorangan para alumni Gontor berkunjung. Baik dari alumni Gontor yang lulusan kampus di Ponorogo, Jawa Timur maupun dari kampus Gontor di daerah lain seperti Riau dan Sulik Air.
Dalam setiap menerima kedatangan keluarga Gontor tersebut memang terasa sekali hubungan kekeluargaan. Meski sebelumya tidak pernah bersua, tidak pernah berhubungan dan berkenalan namun setelah bertemu suasana akrab sekali. Seakan akan sudah kenal satu sama lainnya.
Dalam berbagai pertemuan di Thawalib, suasana semacam itu membuat pertemuan layaknya sebuah keluarga besar. Saling bicara dan saling berbagai hal seperti bersaudara.
Kiyai Imam Zarkasyi Sekolah di Thawalib
Faktor utama kunjungan keluarga besar Gontor ke Thawalib adalah salah seorang trimurti pendiri Gontor yakni Kiyai Imam Zarkasyi belajar di Thawalib Padang Panjang tahun 1930 an. Kisah tentang Kiyai Imam Zarkasyi yang belajar di Thawalib selalu disampaikan kepada santri Gontor.
Tahun 1930 an, Imam Zarkasyi datang dari daerah kecil di Jawa Timur bagian selatan yakni Ponorogo untuk belajar ke Thawalib. Keinginan belajar tersebut tidak terlepas dari motivasi dan pesan yang disampaikan guru beliau ketika mondok di Solo, Jawa Tengah.
Kata guru beliau kalau ingin belajar ke Mesir tidak perlu pergi ke Mesir sebab berbagai pengetahuan yang diajarkan di Mesir sudah dibawa oleh para alim ulama yang ada di Sumatera Thawalib Padang Panjang.
Kedatangan Imam Zarkasyi ke Thawalib setelah terjadi gempa dasyat Padang Panjang tahun 1926. Gempa tersebut mengakibatkan bangunan Sumatera Thawalib di Jembatan Besi Padang Panjang luluh lantak. Sehingga tempat belajar pada waktu itu tidak bisa dipergunakan.
Pada saat gempa tersebut kepemimpinan Sumatera Thawalib beralih dari Syekh Abdul Karim Amrullah (Ayah Buya Hamka) kepada Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim.
Pada tahun 1926 Syekh Abdul Karim Amrullah pulang ke kampung beliau di Sungai Batang Maninjau setelah memimpin Thawalib sejak tahun 1911.
Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim sebagai pimpinan baru tidak diragukan keilmuannya. Beliau adalah salah seorang murid Syekh Abdul Karim Amrullah yang brilian.
Ketika Sumatera Thawalib dipimpin Tuanku Mudo Abdul Hakim lokasi sekolah sudah pindah yang awalnya di Jembatan Besi ke daerah dekat Lubuk Mata Kucing atau lokasi sekolah saat ini. Kepindahan lokasi sekolah karena akibat gempa dasyat Padang Panjang.
Di lokasi yang baru tidak terlepas dari dukungan masyarakat Padang Panjang khususnya Bukit Surungan sehingga aktifitas belajar dimulai kembali di lokasi baru. Pada saat Imam Zarkasyi datang dan belajar ke Thawalib, jumlah santri Thawalib pada saat itu terbilang banyak yang datang dari berbagai daerah di Indonesia bahkan negara tetangga. Malahan untuk daerah Aceh sendiri pada waktu itu mengirimkan khusus anak anak muda Aceh belajar ke Thawalib.
Salah seorang yang dikirim adalah Teuku Ali Hasjmy yang kemudian menjadi Gubernur Aceh dan Ulama Aceh. Maka dapat dibayangkan bahwa Imam Zarkasyi dari Ponorogo berbaur dengan berbagai santri Sumatera Thawalib dari berbagai daerah. Dan lebih penting lagi guru guru yang mengajar pada waktu itu adalah para alim ulama Minangkabau yang kuat keilmuannya.
Bawa ke Gontor
Kisah Imam Zarkasyi meski sekitar dua tahun sekolah di Thawalib Padang Panjang sangat membekas sekali. Seperti diceritakan Kiyai Amal Fathullah Zarkasyi dan Kiyai Hamid Fahmi Zarkasyi yang merupakan putra dari Imam Zarkasyi bahwa kisah sekolah di Thawalib selalu diceritakan kepada anak-anaknya.
Dari kisah tersebut, kata Kiyai Amal Fathullah Zarkasyi apa yang diajarkan di Pesantren Gontor merupakan apa yang dibawa oleh ayahnya dari Thawalib. “Apa yang diajarkan di Gontor sama dengan di Thawalib. Karena hal itu dibawa oleh ayah kami dari Thawalib ke Gontor,” ujarnya.
Setelah belajar di Thawalib, Imam Zarkasyi berlanjut belajar dengan Mahmud Yunus di Normal School Padang. Kata Kiyai Amal Fathullah, apa yang didapat dari Thawalib ditambah dari Normal School diramu oleh Imam Zarkasyi saat mendirikan Gontor.
Jadi perkembangan Gontor yang berdiri 1926 sampai saat ini tidak terlepas dari Thawalib Padang Panjang.
Sekolah Modern
Sumatera Thawalib zaman Syekh Abdul Karim Amrullah 1911-1926 dikenal sebagai pelopor sekolah Islam modern di zaman Hindia Belanda, demikian sebutan sejarawan Taufik Abdullah.
Hal itu tidak terlepas dari gagasan Inyiak Rasul dalam merubah sistim pendidikan Sumatera Thawalib dari sistim halaqah (duduk bersila di surau) menjadi sistim klasikal. Yakni sistim belajar dengan pakai kurikulum, pakai buku mata pelajaran yang ditetapkan, pakai meja dan kursi, pakai kelas dan sebagainya.
Sistim halaqah itu terjadi pada tahun 1918 tidak terlepas dari diskusi tiga hari tiga malam Inyik Rasul (Syekh Abdul Karim Amrullah) dengan Kiyai Ahmad Dahlan pendiri Muhamadiyah pada tahun 1917 di Yogyakarta mengenai sistim pendidikan. Hal ini telah membawa perubahan besar dalam sistim pendidikan di Sumatera Thawalib.
Sistim klasikal tersebut juga membuat berbagai pengajian surau di Minangkabau pada waktu itu mengalami perubahan dan bersatu nama pengajian surau menjadi Sumatera Thawalib. Maka pada tahun 1918 muncul nama selain Sumatera Thawalib Padang Panjang juga di daerah lain seperti Sumatera Thawalib Parabek, Thawalib Padang Japang, dan Thawalib Thawalib lainnya.
Dengan sistik klasikal di pesantren pada saat itu maka bisa digambarkan bahwa pola pendidikan di Sumatera Thawalib menjadi pelopor sistim pendidikan Islam.
Atas sistim klasikal tersebut Imam Zarkasyi datang dan belajar ke Thawalib. Belajar dengan sistim pendidikan yang mungkin agak berbeda dengan yang beliau alami di berbagai pesantren lainnya di Jawa pada waktu itu.
Seperti dikatakan Kiyai Amal Fathullah, hal apa yang dipelajari di Thawalib kemudian dibawa ke Gontor dan itu yang dikembangkan di Gontor dengan meramu dengan apa yang dipelajari di Normal School.
Oleh sebab itu, landasan pendidikan di Gontor saat ini tidak terlepas dari apa yang dipelajari Imam Zarkasyi dari Thawalib Padang Panjang. Sanad pendidikan itulah yang membuat para keluarga besar Gontor untuk napak tilas ke Thawalib Padang Panjang.
Napak tilas pendidikan Kiyai Imam Zarkasyi di Padang Panjang yang menjadi bagian sejarah Gontor itu sendiri. Maka tatkala keluarga besar Gontor datang berkunjung ke Thawalib seperti datang ke rumah sendiri. Begitu pula yang kami alami sebagai pengurus Yayasan Thawalib tatkala berkunjung ke Gontor juga disambut dan diterima seperti keluarga yang datang dari Padang Panjang.
Napak tilas yang dilakukan para murid murid Kiyai Imam Zarkasyi dan para keluarga besar Kiyai Imam Zarkasyi ke Thawalib meneguhkan berapa kuatnya hubungan emosional Thawalib dan Gontor.
Hubungan yang tak akan lekang oleh panas dan tak akan lapuk oleh hujan. (*)