Hal itu tidak terlepas dari gagasan Inyiak Rasul dalam merubah sistim pendidikan Sumatera Thawalib dari sistim halaqah (duduk bersila di surau) menjadi sistim klasikal. Yakni sistim belajar dengan pakai kurikulum, pakai buku mata pelajaran yang ditetapkan, pakai meja dan kursi, pakai kelas dan sebagainya.
Sistim halaqah itu terjadi pada tahun 1918 tidak terlepas dari diskusi tiga hari tiga malam Inyik Rasul (Syekh Abdul Karim Amrullah) dengan Kiyai Ahmad Dahlan pendiri Muhamadiyah pada tahun 1917 di Yogyakarta mengenai sistim pendidikan. Hal ini telah membawa perubahan besar dalam sistim pendidikan di Sumatera Thawalib.
Sistim klasikal tersebut juga membuat berbagai pengajian surau di Minangkabau pada waktu itu mengalami perubahan dan bersatu nama pengajian surau menjadi Sumatera Thawalib. Maka pada tahun 1918 muncul nama selain Sumatera Thawalib Padang Panjang juga di daerah lain seperti Sumatera Thawalib Parabek, Thawalib Padang Japang, dan Thawalib Thawalib lainnya.
Dengan sistik klasikal di pesantren pada saat itu maka bisa digambarkan bahwa pola pendidikan di Sumatera Thawalib menjadi pelopor sistim pendidikan Islam.
Atas sistim klasikal tersebut Imam Zarkasyi datang dan belajar ke Thawalib. Belajar dengan sistim pendidikan yang mungkin agak berbeda dengan yang beliau alami di berbagai pesantren lainnya di Jawa pada waktu itu.
Seperti dikatakan Kiyai Amal Fathullah, hal apa yang dipelajari di Thawalib kemudian dibawa ke Gontor dan itu yang dikembangkan di Gontor dengan meramu dengan apa yang dipelajari di Normal School.
Oleh sebab itu, landasan pendidikan di Gontor saat ini tidak terlepas dari apa yang dipelajari Imam Zarkasyi dari Thawalib Padang Panjang. Sanad pendidikan itulah yang membuat para keluarga besar Gontor untuk napak tilas ke Thawalib Padang Panjang.