2. Perlunya transparansi
Dalam situasi apapun, praktisi PR tidak boleh menutupi atau membohongi publik, karena hari ini publik tidak lagi mudah dikelabui. Segala bentuk informasi dapat diakses dengan mudah. Di saat sebuah kenyataan berbeda dengan pernyataan, inilah yang akan kembali merusak reputasi perusahaan. Jangan sekali-kali melontarkan “Tidak ada komentar.” Karena, itu akan membuka peluang publik untuk mengambil kesimpulan sendiri dan hal itu mungkin tidak menguntungkan bagi instansi.
3. Miliki perspektif korban
Saat krisis melanda, ingatlah ini bukan tentang perusahaan saja. Tempatkan korban terlebih dahulu, apakah perusahaan yang menjadi penyebab masalah atau tidak. Akui rasa sakit, penderitaan, dan frustrasi mereka. Langkah selanjutnya adalah dengan rasa empati meminta maaf yang tulus terkait apa yang telah terjadi.
4. Memanfaatkan relasi dan media
Saat inilah akan terasa manfaat dari relasi yang baik yang dibangun oleh instansi. Hubungan ini harus selalu terjalin baik dari sebelum terjadinya krisis. Lalu, ada berbagai macam saluran komunikasi sangat memungkinkan digunakan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas. Sebut saja situs web perusahaan, blog, dan berbagai platform media social dan pelibatan influencfer adalah metode ideal untuk menyampaikan pesan lebih efektif dan efisien. Semakin banyak saluran yang digunakan, semakin besar jangkauan dan akan semakin cepat pemulihan dari kerusakan reputasi.
5. Lakukan evaluasi mendalam
Lakukan evaluasi pasca krisis menimpa instansi. Pastikan juga pengumpulan umpan balik pelanggan dan karyawan dan memastikan bahwa saluran komunikasi tetap terbuka lama setelah krisis berakhir. Tentukan perubahan apa yang perlu dilakukan pada rencana komunikasi krisis untuk memastikan keberhasilan jika peristiwa serupa terjadi di masa depan. Karena semakin PR siap, akan semakin baik pula penanganan krisisnya.
Krisis terus hidup dan terus berkembang seiring dengan lajunya instansi dan komunikasi dalam organisasi. Ketika krisis muncul, maka peluangnya adalah me-manage krisis tersebut menjadi lebih terkendali. Keputusan Public Relations bukanlah keputusan yang mengandalkan intuisi belaka melainkan berdasar pada keputusan top manajemen atas dasar pertimbangan dari PR, Singkatnya, tak seorang pun menginginkan krisis PR muncul, namun di saat itu datang, penting untuk memanfaatkannya sebaik mungkin. Karena dari krisislah sebuah instansi atau perusahaan akan memetik pelajaran berharga tentang bagaimana memahami krisis, berteman dengannya, dan menghindari ancaman krisis yang lain yang mungkin terjadi di masa mendatang. (*)
Daftar Pustaka
Kriyantono, Rachmat. 2015. Public Relations, Issues & Crisis Management. Jakarta: Prenada Media Group.
Morissan, 2010. Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional. Jakarta: Kencana Prenada.
Nova, Firsan. 2011. Crisis Public Relations. Jakarta : Rajawali Pers.
Oleh: Oktafril Febriansyah (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas Padang)