Praktisi PR, Pahlawan di Saat Krisis Perusahaan

Krisis Perusahaan

Oktafril Febriansyah (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas Padang)

HARIANHALUAN.ID – Di era yang serba digital saat ini, penyebaran sebuah informasi begitu cepat dan sulit terkontrol. Apalagi, kalau sudah menyangkut informasi negatif dan isu miring. Bahkan, saat krisis berat terjadi pada sebuah instansi, sudah barang tentu citra perusahaan dipertaruhkan. Di sinilah peran vital praktisi humas atau public relations (PR) untuk mampu menangani dan merespon krisis tersebut dengan cepat dan tepat.

Berbicara tentang krisis, kalau ditelisik makna yang lebih dalam, kata ‘krisis’ berasal dari bahasa Yunani, kpion, yang artinya “keputusan”. Krisis Public Relations adalah peristiwa, rumor, atau informasi yang membawa pengaruh buruk terhadap reputasi, citra, dan kredibilitas perusahaan. Ketika krisis terjadi, perusahaan harus dapat memutuskan gerakan apa yang akan dipilih, bergerak ke kanan atau bergeser ke kiri, ke bawah, ke atas, bertarung atau melarikan diri (Fearn-Banks, 1996:1).

Krisis dapat terjadi dimana, kapan dan pada siapa saja. Krisis tidak pernah pilih kasih dan tidak memandang bulu kemana akan berlabuh. Sebuah krisis bisa menjadi sebuah ancaman bagi eksistensi perusahaan. Parahnya lagi, krisis dapat menjadi penyebab bangkrut hingga tutupnya sebuah perusahaan yang tidak siap  di saat krisis itu datang. Akan tetapi, sebuah krisis akan minim terjadi di saat praktisi PR punya perencanaan yang jelas dan terukur. Karena bagaimanapun, ada krisis yang bersifat forecasting (bisa ditebak), disinilah titik balik dari perencanaan public relations itu sendiri. Praktisi PR harus mempunyai strategi agar krisis tidak berlarut-larut dan cepat teratasi.

Disadari atau tidak, selain memiliki peranan yang sangat vital bagi perusahaan, PR adalah sebuah profesi yang sulit, banyak suka duka saat menjalaninya, atau boleh dikatakan lebih banyak duka ketimbang sukanya. Bagaimana tidak, di saat kondisi perusahaan berjalan dengan baik serta aman terkendali, maka itu dianggap sebuah kewajaran dan bukan karena sepak terjang tim PR. Namun, jika perusahaan mengalami krisis sedikit saja, maka otomatis PR lah yang dianggap tidak maksimal dalam bekerja, bahkan menjadi kambing hitam dari sebuah krisis yang terjadi di perusahaan. Tapi, ada hal yang tidak dirasakan oleh semua orang, di saat badai krisis sudah berlalu, citra instansi sudah kembali baik, ada kepuasan batin yang dirasakan oleh praktisi PR dan mereka pantas diberikan apresiasi atas kinerjanya.

Banyak studi kasus yang telah membuktikan bahwa krisis membangun perhatian luar biasa dan komunikasi krisis yang baik membuka kesempatan yang sangat besar untuk membangun citra dan reputasi. Praktisi PR harus dapat memanfaatkan fenomena digital ini dengan maksimal. Beberapa hal di bawah ini bisa menjadi landasan PR dalam menghadapi krisis:

  1. Tentukan prioritas dan timeline

Skala prioritas itu penting untuk menentukan urgensi dari sebuah isu, perihal mana yang mesti didahulukan atau ada hal lain yang lebih penting untuk disampaikan. Timeline akan menjadi pijakan awal tentang pernyataan apa yang akan dinyatakan lebih dulu dan berapa banyak jumlah pernyataannya akan disampaikan.

2.    Perlunya transparansi

Dalam situasi apapun, praktisi PR tidak boleh menutupi atau membohongi publik, karena hari ini publik tidak lagi mudah dikelabui. Segala bentuk informasi dapat diakses dengan mudah. Di saat sebuah kenyataan berbeda dengan pernyataan, inilah yang akan kembali merusak reputasi perusahaan. Jangan sekali-kali melontarkan “Tidak ada komentar.” Karena, itu akan membuka peluang publik untuk mengambil kesimpulan sendiri dan hal itu mungkin tidak menguntungkan bagi instansi.

3.    Miliki perspektif korban

Saat krisis melanda, ingatlah ini bukan tentang perusahaan saja. Tempatkan korban terlebih dahulu, apakah perusahaan yang menjadi penyebab masalah atau tidak. Akui rasa sakit, penderitaan, dan frustrasi mereka. Langkah selanjutnya adalah dengan rasa empati meminta maaf yang tulus terkait apa yang telah terjadi.

4.    Memanfaatkan relasi dan media

Saat inilah akan terasa manfaat dari relasi yang baik yang dibangun oleh instansi. Hubungan ini harus selalu terjalin baik dari sebelum terjadinya krisis. Lalu, ada berbagai macam saluran komunikasi sangat memungkinkan digunakan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas. Sebut saja situs web perusahaan, blog, dan berbagai platform media social dan pelibatan influencfer adalah metode ideal untuk menyampaikan pesan lebih efektif dan efisien. Semakin banyak saluran yang digunakan, semakin besar jangkauan dan akan semakin cepat pemulihan dari kerusakan reputasi.

5.    Lakukan evaluasi mendalam

Lakukan evaluasi pasca krisis menimpa instansi. Pastikan juga pengumpulan umpan balik pelanggan dan karyawan dan memastikan bahwa saluran komunikasi tetap terbuka lama setelah krisis berakhir. Tentukan perubahan apa yang perlu dilakukan pada rencana komunikasi krisis untuk memastikan keberhasilan jika peristiwa serupa terjadi di masa depan. Karena semakin PR siap, akan semakin baik pula penanganan krisisnya.

Krisis terus hidup dan terus berkembang seiring dengan lajunya instansi dan komunikasi dalam organisasi. Ketika krisis muncul, maka peluangnya adalah me-manage krisis tersebut menjadi lebih terkendali. Keputusan Public Relations bukanlah keputusan yang mengandalkan intuisi belaka melainkan berdasar pada keputusan top manajemen atas dasar pertimbangan dari PR, Singkatnya, tak seorang pun menginginkan krisis PR muncul, namun di saat itu datang, penting untuk memanfaatkannya sebaik mungkin. Karena dari krisislah sebuah instansi atau perusahaan akan memetik pelajaran berharga tentang bagaimana memahami krisis, berteman dengannya, dan menghindari ancaman krisis yang lain yang mungkin terjadi di masa mendatang. (*)

Daftar Pustaka

Kriyantono, Rachmat. 2015. Public Relations, Issues & Crisis Management. Jakarta: Prenada Media Group.

Morissan, 2010. Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional. Jakarta: Kencana Prenada.

Nova, Firsan. 2011. Crisis Public Relations. Jakarta : Rajawali Pers.

Oleh: Oktafril Febriansyah (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas Padang)

Exit mobile version