Hegemoni Penggunaan Digital Banking dan Interaksi Sosial Nasabah Pensiunan
Saat ini digitalisasi telah menjadi suatu trend bahkan menjadi suatu kebutuhan dalam berbagai sendi kehidupan manusia, tidak terkecuali pada dunia perbankan. Kebutuhan nasabah akan layanan yang tersentralisasi, cepat, mudah, dan murah harus disikapi oleh industri perbankan dengan menyediakan produk layanan yang sesuai dengan ekspektasi masyarakat tersebut. Akibatnya dapat dilihat bahwa saat ini semua bank berpacu dalam menyediakan aplikasi transaksi yang berbasis digital agar bank tersebut tidak kalah bersaing.
Memang diakui bahwa dengan digitalisasi tentu transaksi nasabah menjadi lebih mudah dan cepat, transaksi keuangan hanya dalam genggaman, tidak perlu meninggalkan rumah dan berpergian untuk bertransaksi. Bagi para pensiunan penggunaan digital banking tentu membantu mereka untuk bertransaksi tanpa harus pergi ke bank. Namun, di sisi lain perlu dikritisi bahwa ternyata digitalisasi produk perbankan membuat para pensiunan mengurangi interaksi satu sama lain sesama pensiunan.
Beberapa penelitian sebelumnya yang meneliti pengaruh penggunaan produk digital bank terhadap perilaku masyarakat memperoleh kesimpulan digital banking meberikan manfaat yang besar pada efektifitas dan efisiensi transaksi nasabah, serta memberi pengaruh kepada perilaku konsumsi dan interaksi sosial masyarakat. Namun bila dicermati selain pengaruh positif, terdapat juga pengaruh negatif terhadap penggunaan produk digital yaitu berkurangnya interaksi sosial masyarakat itu secara fisik di dunia nyata.
Menurut Gramsci, fasisme adalah rezim dominasi kesadaran budaya melalui dua jalan kekuasaan, yaitu : pemaksaan dengan kekerasan (coarse) dan pengondisian kepatuhan masyarakat kepada penguasa (hegemoni). Gramsci memfokuskan analisisnya pada hegemoni yang mengikis daya kritis masyarakat. Teori Hegemoni Gramsci berfokus kepada point ke dua yaitu hegemoni sebagai akibat dari pengondisian kepatuhan masyarakat kepada penguasa. Untuk kasus yang dianalisis ini, masyarakat yang dimaksud adalah nasabah bank yaitu para pensiunan sedangkan penguasa yang dimaksud adalah industri perbankan itu sendiri.
Industri perbankan seolah-olah telah menjadi penguasa karena segala transaksi keuangan masyarakat mau tak mau harus menggunakan jasa perbankan, boleh disebut bahwa setiap masyarakat membutuhkan jasa perbankan. Tidak puas dengan penguasa transaksi keuangan masyarakat saja, bank dari waktu ke waktu menginginkan keuntungannya meningkat. Agar keuntungannya meningkat bank harus memperluas layanannya dan beroperasi secara efisien.
Digitalisasi produk perbankan menjadi salah satu inovasi perbankan yang sejalan dan mengikuti perkembangan dunia tekhnologi. Bank mengiklanlan secara massive betapa produk-produk digital mereka akan dapat membuat hidup masyarakat lebih mudah dan kualitas hidup meningkat. Membuat masyarakat merasa bahwa tanpa digital banking mereka akan ketinggalan dan merasa dipersulit. Padahal di balik itu, masifnya pemasaran produk digital banking ini sebenarnya adalah untuk kepentingan bank itu sendiri juga, yaitu meningkatkan keuntungan.
Pada dunia perbankan, segala kelebihan produk digital bank diiklankan kepada masyarakat dan dalam pelaksanaannya semua nasabah diwajibkan memiliki produk digital bank dengan berdalih sesuai aturan dan ketentuan pembukaan rekening. Bila tidak patuh dengan ketentuan itu maka masyarakat tidak bisa memiliki rekening di bank. Dalam hal ini secara tidak langsung Bank telah melakukan ‘pemaksaan’ kepada nasabah sedangkan di sisi lain nasabah tidak menyadari bahwa mereka telah dipaksa.