Terkait waktu respon, Pasal 12 menetapkan bahwa PPID harus memberikan tanggapan terhadap permintaan informasi dalam waktu maksimal tiga hari kerja. Namun, jika informasi yang diminta belum tersedia atau statusnya belum jelas, PPID diberi kesempatan untuk memperpanjang waktu respon hingga dua hari kerja tambahan. Respon ini harus dikirimkan melalui media yang telah disepakati dengan Pemohon, seperti surat elektronik, untuk memastikan kecepatan dalam penyampaian informasi yang diminta.
Jika terjadi penolakan atau tanggapan yang tidak memadai dari PPID, Pasal 13 memberikan hak kepada pemohon untuk mengajukan keberatan. Keberatan ini dapat diajukan jika informasi yang diminta ditolak, tidak disediakan, atau jika tanggapan yang diberikan tidak sesuai dengan permintaan. Selain itu, pemohon juga dapat mengajukan keberatan jika dikenakan biaya yang dianggap tidak wajar. Proses pengajuan keberatan ini harus dilakukan secara tertulis dan dicatat dalam buku register layanan informasi, dengan pemohon menerima tanda bukti sebagai bukti bahwa keberatan mereka telah diajukan.
Pasal 14 menegaskan bahwa atasan PPID harus menanggapi keberatan yang diajukan oleh pemohon dalam waktu paling lama tiga hari kerja. Tanggapan ini merupakan bagian dari upaya untuk menjaga akuntabilitas dalam pengelolaan informasi publik. Seluruh proses mulai dari pengajuan keberatan hingga pemberian tanggapan harus terdokumentasi dengan baik untuk memastikan bahwa hak pemohon terlindungi. Jika pemohon tidak puas, atau maksud informasi yang diingin tidak didapatkan, maka kemudian bisa mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi.
Peraturan ini juga mengatur mekanisme penyelesaian sengketa informasi pemilu melalui dua jalur utama, yaitu mediasi dan ajudikasi nonlitigasi. Mediasi dilakukan dengan bantuan mediator dari Komisi Informasi, sementara ajudikasi nonlitigasi dilakukan di luar pengadilan dan diputuskan oleh Komisi Informasi dengan kekuatan hukum yang setara dengan putusan pengadilan.
Sengketa informasi pemilihan umum dan pemilihan yang selanjutnya disebut sengketa informasi adalah sengketa yang terjadi antara penyelenggara pemilihan umum dan pemilihan dengan pemohon informasi pemilu dan pemilihan melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Keseluruhan peraturan ini bertujuan untuk mewujudkan pelayanan dan pengelolaan informasi pemilu yang cepat, tepat waktu, dengan biaya yang terjangkau, serta melalui prosedur yang sederhana. Selain itu, peraturan ini juga bertujuan untuk mempercepat penyelesaian sengketa informasi pemilu dan mempermudah mekanisme untuk memperoleh informasi, mengajukan keberatan, serta permohonan penyelesaian sengketa informasi pemilu.
Peraturan ini menjadi landasan yang penting dalam menjamin keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada di Indonesia, yang pada akhirnya bertujuan untuk menjaga integritas dan legitimasi proses demokrasi di tanah air.
Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat mendorong penyelenggaran pilkada, yaitu KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk dapat menjalankan secara maksimal prinsip keterbukaan informasi publik mulai dari semua tahapan hingga hasil akhir pilkada. Selain itu, juga meminta masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif mengawal pelaksanaan Pilkada tahun 2024 ini, terutama dalam keterbukaan informasi publik pihak penyeleggara dalam menjalankan tugasnya.
Pemilu dan pilkada adalah momentum penting dalam negara demokrasi untuk memastikan bahwa kedaulatan sesungguhnya berada di tangan rakyat. (*)
Oleh: Ketua Komisi Informasi Sumbar, Musfi Yendra