Tumbuh 8% dan Elusive Growth: Tantangan Urbanisasi dan Investasi Pendidikan

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Andalas (UNAND), Prof Dr Syafruddin Karimi

Oleh: Syafruddin Karimi, Departemen Ekonomi Universitas Andalas

Indonesia memiliki ambisi besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, seperti yang ditargetkan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Namun, upaya untuk mencapai target ini sering kali dihadapkan pada kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, atau elusive growth, sulit tercapai secara merata dan berkelanjutan.

Beberapa daerah mengalami pertumbuhan pesat, sementara yang lain tertinggal jauh. Di balik ketimpangan ini, terdapat masalah struktural yang menghambat pertumbuhan berkualitas, yaitu ketergantungan pada sumber daya alam, kurangnya urbanisasi yang merata, dan investasi pendidikan yang tidak optimal.

Urbanisasi Sebagai Kunci Pertumbuhan

Paul Romer, peraih Nobel Ekonomi, menyoroti pentingnya urbanisasi sebagai katalis utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi cepat. Tiongkok, misalnya, berhasil mempercepat urbanisasi dengan memindahkan puluhan juta orang dari pedesaan ke kota-kota besar, menciptakan lapangan kerja formal, meningkatkan produktivitas, dan mempercepat modernisasi ekonomi.

Bahkan di tengah pandemi Covid-19, Tiongkok mampu mencatat pertumbuhan 8,1% pada 2021, sebagian besar berkat keberhasilan urbanisasinya.Romer melihat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai langkah awal yang positif bagi Indonesia.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa urbanisasi tidak boleh terbatas hanya pada IKN sebagai kota pemerintahan. Urbanisasi yang merata di seluruh wilayah Indonesia menjadi esensial untuk mendorong pertumbuhan inklusif dan menyeluruh.

Indonesia perlu menambah ruang perkotaan untuk lebih dari 50 juta penduduk guna meningkatkan urbanisasi dari 60% menjadi 80%. Jika berhasil, urbanisasi akan menjadi pendorong utama bagi penciptaan lapangan kerja formal dan pengembangan ekonomi berbasis teknologi.

Namun, pertanyaannya adalah: apakah urbanisasi saja cukup untuk mencapai pertumbuhan yang berkualitas? Jawabannya jelas: tidak. Urbanisasi hanya akan efektif jika diiringi oleh investasi besar dalam sumber daya manusia melalui pendidikan yang berkualitas.

20% APBN untuk Pendidikan: Menjamin Pertumbuhan Berbasis Pengetahuan Urbanisasi tidak dapat berdiri sendiri sebagai strategi pembangunan ekonomi. Pembangunan kota-kota besar harus diiringi dengan peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan yang memadai.

Di sinilah pentingnya amanat Undang-Undang Dasar yang mengalokasikan 20% APBN untuk pendidikan. Ironisnya, meskipun alokasi ini telah berjalan lebih dari dua dekade, hasilnya belum memadai dalam menciptakan tenaga kerja yang mampu mendukung pertumbuhan berbasis pengetahuan.

Pertumbuhan ekonomi modern tidak hanya bergantung pada urbanisasi dan infrastruktur fisik, tetapi juga pada kualitas human capital. Inovasi dan teknologi, dua elemen penting dalam ekonomi abad ke-21, hanya bisa tumbuh jika didukung oleh tenaga kerja yang terampil dan berpendidikan.

Namun, tanpa peningkatan yang signifikan dalam sistem pendidikan, urbanisasi berisiko menjadi proses pembangunan yang hanya menghasilkan kota-kota besar dengan tenaga kerja tidak terampil dan sektor informal yang dominan.

Pemerintah perlu mengevaluasi bagaimana alokasi 20% APBN untuk pendidikan benar-benar diarahkan untuk membangun fondasi pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan. Investasi ini harus mencakup perbaikan kualitas pendidikan dasar dan menengah, pelatihan vokasional, serta pengembangan riset dan inovasi di perguruan tinggi.

Jika pendidikan berkualitas menjadi prioritas, Indonesia akan memiliki modal manusia yang siap bersaing di pasar global dan mendukung transisi menuju ekonomi modern yang berbasis teknologi.

Tantangan dan Peluang

Salah satu tantangan utama dalam mencapai pertumbuhan 8% adalah bagaimana memastikan bahwa kebijakan urbanisasi dan pendidikan berjalan secara sinergis. Urbanisasi yang tidak terencana dengan baik berisiko menciptakan masalah sosial seperti kemacetan, permukiman kumuh, dan ketimpangan sosial.

Di sisi lain, pendidikan yang tidak berkualitas akan memperlambat transformasi ekonomi dan menyebabkan ketergantungan pada sektor-sektor berproduktivitas rendah..Namun, jika Indonesia mampu mengatasi tantangan ini, peluang untuk mencapai pertumbuhan 8% terbuka lebar.

Pembangunan IKN dan urbanisasi yang merata dapat menciptakan pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa, mengurangi ketimpangan antar wilayah, dan memperkuat daya saing nasional.

Peningkatan kualitas pendidikan akan memastikan bahwa tenaga kerja Indonesia memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung ekonomi berbasis pengetahuan, sehingga pertumbuhan tidak hanya bergantung pada sumber daya alam yang semakin menipis.

Kesimpulan: Mencapai Pertumbuhan 8% dengan Strategi Terpadu

Pertumbuhan ekonomi sebesar 8% mungkin tampak sebagai target ambisius, tetapi bukan tidak mungkin tercapai jika Indonesia menerapkan strategi yang tepat. Urbanisasi yang terencana dengan baik, seperti yang dilakukan oleh Tiongkok dan Singapura, akan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan.

Namun, tanpa investasi serius dalam pendidikan, pertumbuhan ini akan sulit berkelanjutan.Amanat 20% APBN untuk pendidikan harus diprioritaskan untuk menciptakan tenaga kerja yang inovatif, produktif, dan siap menghadapi tantangan ekonomi modern.

Urbanisasi dan pendidikan adalah dua sisi koin yang saling mendukung. Hanya dengan mengoptimalkan keduanya, Indonesia dapat keluar dari elusive growth dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif. (*)

Exit mobile version