Menakar Komitmen Pemimpin: Tantangan dan Harapan untuk Perubahan Sumatera Barat

Guru Besar Ekonomi Unand Prof Syafruddin Karimi

Oleh Syafruddin Karimi
Departemen Ekonomi
Universitas Andalas

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat tidak hanya menjadi ajang perebutan suara, tetapi juga uji komitmen bagi calon pemimpin. Di tengah dinamika politik yang semakin pragmatis, gagasan dan janji politik sering kali kalah oleh politik transaksional yang mereduksi nilai-nilai demokrasi.

Namun, masyarakat Sumatera Barat membutuhkan lebih dari sekadar janji atau mimpi. Mereka menuntut komitmen yang nyata, terutama dalam menghadapi tantangan-tantangan mendesak di bidang ekonomi, sosial, dan kebijakan publik.

Sumatera Barat menghadapi banyak tantangan serius. Dari sisi pembangunan fisik, beberapa proyek strategis mangkrak dan belum juga terealisasi. Stadion Utama Sumatera Barat belum selesai, proyek Jalan Tol Padang-Pekanbaru masih terbentur masalah pembebasan lahan, serta infrastruktur jalan lain yang rusak.

Selain itu, masalah sosial seperti tawuran pelajar, kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta perilaku menyimpang menjadi isu yang terus menghantui masyarakat. Kondisi ini memerlukan pemimpin yang tidak hanya mampu merumuskan solusi, tetapi juga berkomitmen untuk mewujudkan perubahan nyata.


Namun, di tengah janji-janji politik yang bertebaran, penting bagi masyarakat untuk menilai komitmen yang sebenarnya. Pemimpin yang hanya menjual janji tanpa komitmen akan sulit membawa perubahan.

Sumatera Barat membutuhkan pemimpin yang berani tampil sebagai negarawan, bukan sekadar politisi yang hanya merespon hasrat pasar suara. Mereka harus berkomitmen terhadap moralitas dan integritas politik, serta mampu mencerdaskan pemilih agar rasional dalam memilih.

Redistribusi Lahan: Solusi untuk Kesejahteraan Petani

Salah satu isu yang sangat mendesak di Sumatera Barat adalah ketimpangan penguasaan lahan di sektor pertanian. Data menunjukkan bahwa lebih dari 50% petani di Sumbar tergolong sebagai petani gurem, yang hanya memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar.

Kondisi ini membuat mereka sulit untuk meningkatkan kesejahteraan. Tanah yang sempit menghambat produktivitas, dan pada akhirnya membatasi peluang ekonomi.
Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memiliki komitmen tinggi harus mampu menawarkan solusi untuk mengatasi ketimpangan ini.

Redistribusi lahan, terutama dari HGU (Hak Guna Usaha) yang hampir habis masa berlakunya, merupakan langkah yang perlu dipertimbangkan. Tanah-tanah ini dapat didistribusikan kepada petani miskin dan petani gurem agar mereka dapat meningkatkan kapasitas produksi dan kesejahteraan mereka.

Tanpa redistribusi lahan, laju pertumbuhan sektor pertanian akan tetap rendah dan tidak akan mampu mendorong pertumbuhan sektor lain, terutama industri manufaktur.
Pertumbuhan sektor pertanian yang rendah akan berdampak pada lambatnya perkembangan ekonomi daerah secara keseluruhan.

Dalih bahwa Sumatera Barat miskin sumber daya alam dan alasan bahwa tanah ulayat menjadi penghambat pembangunan tidak lagi relevan. Lebih buruk lagi, alasan bahwa masyarakat Minangkabau enggan bekerja di sektor industri sebagai buruh tidak masuk akal dan tidak boleh lagi digunakan sebagai justifikasi atas lambatnya pertumbuhan ekonomi daerah.


Konversi Bank Nagari: Janji yang Harus Direalisasikan


Isu penting lain yang perlu diangkat adalah konversi Bank Nagari dari bank konvensional menjadi bank syariah. Pada pemilihan gubernur sebelumnya, konversi ini menjadi salah satu janji yang diharapkan mampu membawa perubahan besar bagi perekonomian Sumatera Barat, khususnya dalam penerapan prinsip ABS-SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah).

Namun, hingga saat ini, progres konversi Bank Nagari belum jelas dan seolah-olah terhenti.
Ironisnya, proyek ini berpotensi menjadi mangkrak seperti banyak proyek lainnya, padahal konversi Bank Nagari menjadi bank syariah sejalan dengan nilai-nilai kultural masyarakat Sumatera Barat dan seharusnya menjadi prioritas.

Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang berkomitmen harus mampu memperjelas visi mereka terkait hal ini dan memastikan bahwa janji tersebut tidak dilupakan.

Perubahan Paradigma Kebijakan

Sumatera Barat membutuhkan perubahan strategi kebijakan yang mendasar. Paradigma pembangunan ekonomi yang selama ini dijalankan terbukti tidak cukup mampu mendorong percepatan pertumbuhan daerah.

Oleh karena itu, calon pemimpin Sumbar harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang kondisi objektif daerah dan mampu menawarkan solusi yang konkrit.

Pembangunan ekonomi tidak boleh hanya berfokus pada sektor-sektor tradisional yang stagnan, tetapi juga harus mendorong inovasi dan investasi di sektor-sektor yang memiliki potensi besar, termasuk industri manufaktur dan ekonomi kreatif.


Pemimpin yang terpilih harus memiliki kemauan keras untuk maju dan pantang mundur dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Mereka harus mampu melampaui dalih-dalih lama yang menghambat pembangunan, seperti alasan keterbatasan sumber daya alam atau kendala tanah ulayat.

Pemahaman yang kuat tentang bagaimana memaksimalkan potensi ekonomi Sumatera Barat, baik dari segi sumber daya manusia maupun infrastruktur, sangat penting untuk membawa perubahan yang signifikan.

Kesimpulan


Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat tidak boleh hanya menjadi ajang jualan mimpi, tetapi harus menjadi momen penting untuk menakar komitmen calon pemimpin terhadap perubahan nyata.

Masyarakat membutuhkan pemimpin yang tidak hanya menjanjikan solusi, tetapi juga memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakannya. Isu redistribusi lahan, konversi Bank Nagari, dan perubahan paradigma kebijakan ekonomi adalah beberapa contoh tantangan mendesak yang harus dihadapi dengan komitmen tinggi.


Rakyat Sumatera Barat menunggu komitmen yang nyata dari calon pemimpin mereka. Pemimpin yang berani tampil sebagai negarawan, yang mengedepankan moralitas dan integritas, akan mendapatkan kepercayaan rakyat.

Hanya dengan komitmen inilah, Sumatera Barat dapat tumbuh dan berkembang menuju masa depan yang lebih baik. (*)

Exit mobile version