Sari Lenggogeni mengatakan, sejarah itu tidak hanya berbicara sejarah yang dimiliki secara pemerintah saja, seperti di kawasan Kota Tua, bangunan sejarah kerajaan Minang dan bangunan lainnya.
Tidak semua dimiliki pemerintah sehingga stimulus tidak hanya fokus untuk pemerintah saja tapi selesaikan dulu permasalahan kewenangannya.
“Jadi jangan hanya sekedar gedung saja, tapi bisa dijadikan apa saja pusat titik-titik ekonomi, dipergunakan dan diberdayakan lagi sehingga kota akan terlihat sejarah kalau semua gedung yang punya sejarah tersebut dilestarikan tidak hanya gedung pemerintah saja tapi gedung dari milik masyarakat,” katanya.
Ia menambahkan, BPPD tidak ada anggaran, namun pihaknya hanya bisa mendorong secara promosi yang sesuai dengan anggaran yang ada. Misal mengadakan upaya kegiatan yang sifatnya mendukung sejarah itu.
“Seperti wisatawan ke Kota Padang melihat batu malin kundang, tapi sayangnya ketika sudah di lokasi tidak terlihat storynya, ini yang belum kita.
Sebenarnya kekuatan besar ada pada integritasnya torytelling ini yang kurang bagi kita. Begitu juga rendang, sejarah rendang, ini yang perlu didekatkan oleh ahli sejarah. Baru kemudian di dinas pariwisata mempromosikan, dan semua harus ada kolaborasi,” ucapnya. Dengan adanya langkah konkret dari pemerintah, Sari Lenggogeni optimistis industri pariwisata, khususnya wisata sejarah di Sumbar, dapat bangkit dan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah. (*)