Perbaikan Ekosistem Iven, Kemenparekraf Dorong Digitalisasi Perizinan Iven

Kemenparekraf

Wamenparekraf Angela Tanoesoedibjo (tengah) saat menghadiri Indonesia Event Management Summit (IVES) 2023 yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Rabu (22/2/2023). IST

HARIANHALUAN.ID — Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf), Angela Tanoesoedibjo menyatakan, perbaikan ekosistem iven di Indonesia perlu dibarengi dengan langkah kolaboratif bersama seluruh pemangku kepentingan terkait di sektor kepariwisataan.

Angela, dalam acara Indonesia Event Management Summit (IVES) 2023 yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Rabu (22/2/2023) mengatakan, perbaikan ekosistem ini untuk menghadirkan penyelenggaraan iven berkualitas. Karena dampak yang diberikan dari iven sangat dirasakan oleh masyarakat baik secara ekonomi maupun penciptaan lapangan pekerjaan.

Sebagai contoh, penyelenggaraan MotoGP yang digelar di Mandalika beberapa waktu lalu. Dari satu iven tersebut dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi di atas Rp4,5 triliun. Juga iven F12HO yang akan diselenggarakan di Danau Toba, Sumatra Utara, mendorong pengembangan infrastruktur hingga kesadaran masyarakat untuk memperbaiki kulitas dari bisnis mereka demi menyambut kehadiran wisatawan yang berpartisipasi dalam F1H20.

Oleh karenanya, sejumlah perbaikan ekosistem penyelenggaraan iven perlu digarap. Utamanya dalam hal perizinan berbasis digital atau elektronik. Perizinan digital diharapkan Wamenparekraf dapat memberikan kemudahan bagi pelaku industri, supaya semakin transparan dan akuntabel.

“Sebuah komitmen dari kami, juga arahan dari Presiden Joko Widodo bahwa kita harus mengaplikasikan digitalisasi perizinan iven kedepan. Sehingga kawan-kawan penyelenggara juga mempunyai kepastian kedepannya ketika mereka merencanakan suatu iven. Karena merencanakan iven butuh waktu,” ujar Wamenparekraf, seperti dilansir dari laman resmi Kemenparekraf, Jumat (24/2/2023).

Selain perizinan, Wamenparekraf Angela juga berharap supaya standar penyelenggaraan iven lebih tertata di masa mendatang. Ini dikarenakan revenue atau pendapatan dari iven musik Indonesia masih di bawah Singapura apalagi Australia. Padahal populasi Indonesia lebih besar dari kedua negara tersebut.

Berdasarkan data yang disampaikan Wamenparekraf, revenue iven musik dari tiket online untuk Indonesia baru mencapai 43 juta dolar AS. Sementara, Singapura berhasil meraih 63 juta dolar AS, dan Australia sebesar 535 juta dolar AS. Angka ini menjadi dorongan dan motivasi bagi para pemangku kepentingan terkait untuk bisa menghadirkan standar penyelenggaraan iven yang lebih baik kedepannya.

“Bagaimana kita punya standardisasi dari segi kualitas, keamanan, dimana semua para pelaku iven tidak hanya di kota besar, tapi juga di daerah-daerah harus memiliki standar yang sama. Dan saya titip buatlah standar yang inklusif. Sehingga kita mampu mendorong pertumbuhan banyaknya penyelenggaraan iven khususnya di berbagai daerah. Karena saya yakin dengan adanya berbagai iven ada pemerataan ekonomi ke daerah-daerah tersebut,” ujar Wamenparekraf. (*)

Exit mobile version