LIPUTAN EKSKLUSIF: Objek Wisata Religi Kebanggan Urang Awak

MASJID RAYA SUMBAR

Masjid Raya Sumbar

Masjid Raya Sumbar

Pesona Masjid Raya Sumbar bahkan sudah terasa dari kejauhan, sekalipun yang nampak baru ujung gonjongnya.

Masjid Raya Sumbar pun tidak hanya menjadi kebanggaan urang awak, namun desain arsitekturnya nan unik diakui hingga taraf internasional. Masjid Raya Sumatra Barat (Sumbar) mendapatkan penghargaan sebagai salah satu dari tujuh masjid dengan arsitektur terbaik di dunia, dan bersaing dengan 201 masjid di 43 negara di dunia versi Abdullatif Al-Fozan Award.

Tidak jarang dari manapun mata memandang, asal nampak bagian masjidnya, yang terucap adalah itu dia Masjid Raya Sumbar. Destinasi wisata religi ini memang sepatutnya tidak boleh tertinggal untuk dikunjungi kala berada di Kota Padang. Amboi, sejuk, megah dan kekinian, cocok pula untuk pengunjung berfoto ria.

Memasuki lingkungan masjid, pengunjung dan jemaah yang datang akan disuguhi model arsitektur masjid modern, megah meskipun tanpa kubah.

Uniknya, tidak satupun kubah yang ditemui di masjid terbesar di Sumbar ini. Bangunan masjid berbentuk persegi dengan melancip di ujungnya dan didampingi menara setinggi 85 meter.

Kepada Haluan, Ketua Harian Masjid Raya Sumbar, Sobhan Lubis menceritakan filosofi di balik desain Masjid Raya Sumbar. Bermula pada 2006-2007, diadalan sayembara/lomba untuk merancang desain Masjid Raya Sumbar.

“Dari 200-an orang arsitek yang mengajukan rancangannya ini, terpilihlah karya Rizal Muslimin yang juga berketurunan Minang,” ucap Sobhan.

Lebih lanjut Ia juga mengatakan, di antara hal yang unik dan sering ditanyakan adalah sebab masjid ini tidak memakai kubah. “Kubah bukan ciri khas Islam, gedung putih pun juga pakai kubah. Ciri khas Islam itu menara,” tuturnya.

Kemudian ada filosofinya mengapa ujungnya seperti gonjong dan memiliki empat sisi, selain karena desainernya juga berdarah Minang, sehingga dimasukkan sentuhan Minangkabau-nya, empat ujung melancip sebagai pengingat salah satu sejarah Islam saat nabi meletakkan Hajar Aswad bersama empat suku penduduk Qurais.

Sobhan menjelaskan, saat nabi berumur 35 tahun dan belum menjadi rasul, sempat terjadi banjir di Makkah, sehingga rusaklah Kabah. Saat diperbaiki bersama-sama secara bergotong royong, ketika akan meletakkan Hajar Aswad di tempatnya, empat suku berebut dan merasa paling berhak.

“Jadi, waktu itu ada empat suku Qurais yang mengatakan lebih berhak meletakkan Hajar Aswad ke tempat semula. Dengan bijak nabi yang waktu itu sangat dipercaya penduduk Qurais dan digelari Al-Amin, membuka sorbannya dan membentangkannya di tempat penyimpanan Hajar Aswad itu. Diletakkan Hajar Aswad di tengah-tengahnya. Lalu dipanggil perwakilan masing-masing suku yang empat tadi. Jadi dipegang ujung sorban, kemudian mereka angkat bersama-sama ke dekat tempat diletakkan Hajar Aswad. Lalu, Nabi yang mengangkat ke tempat semula,” tuturnya.

Masing-masing kaum pun puas dan gembira dengan kebijakan itu, gambaran masing-masing sudut kain yang terangkat itulah yang menjadi filosofi Masjid Raya Sumbar.

Dengan desain yang megah, tak heran jika Masjid Raya Sumbar menjadi destinasi wisata religi yang bukan hanya menjadi tempat beribadah, namun juga incaran bagi kaum milenial dan wisatawan dari dalam dan luar Sumbar untuk berswafoto.

Meskipun banyak wisatawan yang menjadikan Masjid Raya Symbar tempat berswafoto, Sobhan tetap mengimbau jemaah tetap menghargai dan memperhatikan adab ketika di lingkungan masjid.

“Terkait adab tentu kita terus mengimbau, pertama pakaian sudah dibuatkan pengingat di kawasan berbusana muslim. Juga dengan memanfaatkan bantuan keamanan untuk mengingatkan kepada pengunjung yang berlaku kurang sopan,” kata dia.

Selain itu, di jam-jam azan dan ketika waktu salat masuk pengunjung yang kebetulan berhalangan untuk salat, agar menghormati jemaah lain yang beribadah.

Sobhan juga menyebut persiapan Masjid Raya menjelang Ramadan. Mulai dari ibadah salat wajib, pengajian, hingga iftar dan berbagi takjil.

“Tidak jauh beda dengan tahun-tahun sebelumnya, kegiatan ibadah salat lima waktu, tarawih, wirid, pengajian Subuh dan Zuhur. Ada ceramah ilmu agama juga tadarus memperbaiki bacaan Qur’an. Lalu ada juga ifthor dan takjil untuk jemaah akan kembali dilaksanakan,” ucapnya.

Di samping itu, pengurus juga terus mengikuti perkembangan aturan protokol kesehatan (prokes) dari pemerintah pusat. Dari yang sebelumnya luruskan saf, kemudian saat pandemi memuncak diganti dengan instruksi rapikan saf dan sekarang kembali lagi luruskan dan rapatkan saf.

Pada 2023 mendatang, Sobhan berharap Masjid Raya Sumbar bisa menjadi pusat ekonomi Islam. Fasilitas di lantai dasar yang masih belum fungsional bisa sepenuhnya selesai.

“Karena Masjid Raya sebagai aset Pemda Sumbar hendaknya sepenuhnya dibiayai oleh Pemda. Tapi sekarang belum sepenuhnya dianggarkan Pemda, harapannya tahun 2023 Insyaallah akan mendekati sepenuhnya sesuai apa yang diusulkan oleh pengurus,” ucapnya.

Objek Wisata Religi

Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Pemprov Sumbar), masih terus berupaya membenahi Masjid Raya Sumatra Barat dalam upaya menjadikan masjid ini sebagai tujuan wisata religi. 

Direncanakan, di pekarangannya akan dilengkapi dengan  pusat kegiatan kemasyarakatan, seperti kompleks olahraga, taman bermain dan tempat pelaksanaan forum-forum diskusi. Selain itu, juga tengah dirancang program untuk menjadikan masjid itu sebagai pusat perekonomian umat. 

Sobhan Lubis mengatakan, rencana pembenahan masjid tersebut bahkan telah memiliki rancangan blue print dan master plan yang akan segera di eksekusi oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sumatra Barat dalam waktu dekat. 

“Tampilan pekarangan Masjid Raya Sumbar nantinya akan berubah 180 derajat, setelah rancangan blue print yang telah dibuat oleh Dinas PUPR rampung, kita mencita-citakan masjid ini sebagai salah satu tujuan wisata religi di Sumbar,” ujarnya kepada Haluan pada Selasa (29/3).

Sobhan menambahkan, selain sebagai destinasi wisata religi. Masjid yang mulai direncanakan dibangun pada era kepemimpinan Gubernur Gamawan Fauzi itu juga dicita-citakan menjadi pusat perekonomian umat dengan adanya koperasi syariah yang akan segera diluncurkan oleh pihaknya dalam waktu dekat. 

“Dalam pembenahannya, kita juga mengupayakan agar masjid ini menjadi tempat implementasi Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat urusan agama, melainkan juga memiliki fungsi pendidikan dan ekonomi,” ucapnya. 

Pembenahan yang akan dilakukan itu, menurut Sobhan, akan diupayakan dengan tidak menghilangkan konsep-konsep Surau Tradisional Minangkabau yang berfungsi sebagai pusat peradaban, perekonomian dan kegiatan masyarakat. 

“Kita menargetkan orang yang datang ke Masjid Raya akan mendapatkan informasi lengkap tentang berbagai destinasi wisata yang ada di Sumbar, akan disediakan juga miniaturnya. Maksudnya, jika ada orang yang hanya memiliki sedikit waktu, dengan berkunjung ke Masjid Raya, ia bisa merasakan seolah-olah telah berkunjung ke-19 kabupaten dan kota di Sumbar,” ujarnya. 

Sobhan optimis, seiring dengan pembenahan yang akan dilakukan itu akan bisa menarik lebih banyak lagi pengunjung dari luar Kota Padang. 

“Peluang untuk menjadikan Masjid Raya Sumbar sebagai pusat wisata religi itu terbuka luas. Saat ini saja, pada hari-hari biasa khususnya pada akhir pekan, pengunjung yang datang jumlahnya bisa mencapai 400 sampai 500 orang per harinya,” ujar Sobhan. 

Sayangnya, menurut Sobhan, tingginya angka kunjungan dari wisatawan yang ingin menikmati arsitektur dan suasana di Masjid Raya Sumbar itu, belum berdampak signifikan terhadap penambahan jumlah jemaah pelaksanaan salat wajib di masjid itu. 

“Sebagian besar pengunjung yang datang, kebanyakan hanya sekadar berkunjung untuk menikmati suasana dan mengagumi arsitektur masjid saja, belum lagi menambah jemaah. Mungkin saja, karena mereka penasaran dengan masjid ini yang katanya salah satu masjid termegah di Indonesia,” ucapnya. 

Banyaknya pengunjung yang datang setiap hari itu. Dikatakan juga oleh Sobhan sebagai peluang untuk meningkatkan penerimaan infak, wakaf dan zakat di masjid tersebut pada masa yang akan datang. 

“Kita sedang membahas agar pada masa depan, tidak ada lagi celengan infak atau wakaf yang dijalankan dari saf ke saf, namun kita upayakan menggerakkan masyarakat untuk berinfak di kotak yang kita letakkan di pintu masuk dan keluar saja, sehingga jemaah yang tengah beribadah, kekhusyukan mereka tidak terganggu,” ujarnya. (*)

Exit mobile version