Masalah Klasik Pariwisata Sumbar, Bisakah Berubah?

Praktisi Pariwisata Sumbar, Zuhrizul

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Praktisi Pariwisata Sumbar, Zuhrizul merinci beberapa masalah “klasik” yang tak jua berubah di pariwisata Sumbar, Jumat (19/5).

Pertama masalah kebersihan destinasi wisata dan akses-akses jalan menuju destinasi wisata.

“Padahal ini, telah disepakati Kab/Kota menjadi esensi  dan kesepakatan bersama dijalankan  selama 2022 untuk kesiapan VBWS 2023. Namun tidak jalan,” tuturnya.

Terkait persoalan sampah, sambungnya masyarakat sulit untuk terus menerus diminta kesadaran. Pemerintah harus tegas untuk tegakkan aturan sesuai perda sampah yang di buat, bahwa siapa yg buang sampah sembarangan akan di denda Rp5 juta atau 3 bulan kurungan.

Selain itu untuk destinasi wisata harus ada aturan tegas bahwa siapa yang tidak mengelola sampah/toilet dengan baik pemerintah bisa menutup objek wisatanya. 

“Jadi ada aturan dan standarisasi destinasi wisata yang di terapkan pemerintah ke usaha-usaha bidang pariwisata termasuk restourant, hotel melati, wisma dan homestay,” tuturnya.

Pembiaran yang dilakukan pemerintah yang punya kewenangan ini yang tidak dijalankan sama sekali padahal pemkab/pemko/pemprov punya alat penegak perda pol PP yang digaji negara tapi kepala daerah tidak punya kemauan  untuk wujudkan wisata daerah bersih, ramah dan tidak pakuak mamakuak 

Bagi beberapa destinasi yang dikelola swasta sudah mulai sadar bahwa destinasi kotor, kasar tidak akan dikunjungi wisatawan. Namun destinasi wisata umum yang menjadi kewenangan pemerintah seperti pantai dan objek-objek lainnya yang di kelola pemerintahlah yang fakta merusak citra wisata sendiri.

“Inikan aneh, harusnya destinasi yang dikelola pemerintah itu menjadi rujukan dan contoh tapi faktanya malah menjadi perusak citra wisata walaupun mereka punya alat penertiban yang di gaji rakyat,” kata dia.

Menurutnya pariwisata bukan hanya objek wisata saja, semua fasilitas umum (fasum) adalah daya tarik wisata termasuk jalan raya yang di lewati wisatawan. 

Kesembrawutan kiri kanan jalan kelok 9, onggokan sampah di kiri kanan jalan adalah sebagai bukti pemerintah tidak peduli walaupun mereka punya perangkat sampai ke kelurahan /nagari bahkan rt/rw. 

“Kesimpulan saya Pemerintah TIDAK PEDULI dan Masyarakat masih berperadaban rendah untuk hidup bersih , jadi tetap yang kita salahkan pemerintah membina dan menegakkan aturan sanksi sebagai efek jera di masyarakat melayu yang cendrung suka melanggar dan tidak peduli,” ucapnya.

Ia membandingkan dengan kondisi di Singapore. 

“Di Singapura itu bukan warganya sadar hidup bersih atau sadar wisata tapi warga nya takut dengan denda (fine) bila coba-coba langgar aturan termasuk takut usahanya di tutup bila tidak sesuai standar bersih yang di tetapkan pemerintah , termasuk juga malaysia juga terapkan aturan tegas,” kata dia.

Kedua, budaya ramah beberapa pelaku pariwisata belum benar-benar tercipta. Ketiga, iven-iven wisata yang digelar Kab/Kota masih bertaraf lokal dan belum menjadi magnet menarik wisatawan nusantara dan manca negara untuk datang menjadi bagian dari iven.

Keempat, biaya promosi yang kecil untuk gaung VBWS 2023. Hal ini juga sangat berpengaruh terhadap semaraknya VBWS 2023.

Terakhir, katanya harga tiket pesawat domestik ke Padang dari berbagai daerah juga internasional dari Malaysia juga masih sangat mahal. (yes)

Exit mobile version