PADANG, HARIANHALUAN.ID — Alokasi anggaran Bantuan Keuangan Khusus (BKK) pariwisata dinilai sebagai salah satu langkah yang tepat dalam mempercepat pengembangan pariwisata di Sumatra Barat. Maka dari itu, realisasi anggaran tersebut harus tepat sasaran, khususnya dalam mengatasi permasalahan klasik yang masih menggerogoti pariwisata selama ini.
Pemerhati sekaligus Praktisi Pariwisata Sumbar, Muhammad Zuhrizul mengapresiasi penganggaran dana Bantuan Khusus Keuangan (BKK) pengembangan destinasi wisata yang dianggarkan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat dibawah kepemimpinan Gubernur Mahyeldi – Wakil Gubernur Audy Joinaldy.
Ketua Tim Pemberdayaan dan Pengembangan Desa Wisata (TP2 Dewi) Sumbar ini menyebut, penganggaran dana BKK merupakan bentuk kolaborasi serta sharing kewenangan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov), dengan Pemerintah Daerah sebagai pemilik wilayah destinasi,
“Ini sangat baik. Pengalokasian dana BKK mengindikasikan adanya sinergi antara Pemprov yang tidak punya wilayah dengan Kabupaten Kota yang memiliki destinasi,” ujarnya kepada Haluan Jumat (17/7).
Zuhrizul menyebut, upaya pengembangan destinasi wisata memang perlu dilakukan dengan sinergi yang baik antara Pemprov dengan Pemda.
Sebab bagaimanapun menurut dia, masing-masing pihak pasti memiliki keterbatasan, entah dalam bentuk kewenangan, maupun kemampuan penganggaran bagi sektor-sektor tertentu.
“Harapan kita memang seperti ini, terjadi sinergi program dan juga sinergi APBD. Dana BKK ini harus digunakan untuk membangun infrastruktur destinasi wisata yang ada di daerah,” ucapnya.
Ia menambahkan, Pemprov Sumbar melalui Dinas Pariwisata memiliki fokus untuk membenahi sekitar 17 Daya Tarik Wisata Unggulan (DTWU) di seluruh Kabupaten Kota.
Atas dasar itu, sudah semestinya dana BKK pengembangan destinasi wisata difokuskan untuk menunjang proses pembangunan satu destinasi wisata unggulan di setiap Kabupaten Kota sesuai program unggulan Gubernur Mahyeldi dan Wakil Gubernur Audy.
“Namun kendala di lapangan, ada beberapa keinginan Pemprov yang tidak disetujui oleh Pemerintah Kabupaten dan Kota. Misalnya saja Pemprov ingin mengembangkan Bukit Cambai di Solok, namun Pemkabnya berkeinginan lain,” ungkap Zuhrizul.
Ia menilai, kondisi seperti itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya sharing anggaran yang telah disiapkan Pemprov, ternyata tidak dianggarkan juga oleh pemerintah Kabupaten Kota.
Meski demikian, sebut Zuhrizul, progress pembangunan destinasi wisata yang dilakukan secara bersama-sama oleh Pemprov dan Pemkab, juga ada yang terbilang berhasil dan cocok.
“Namun di beberapa daerah ada juga yang singkron dan sukses. contihnya di kawasan wisata Pantai Mapadegat Kabupaten Kepulauan Mentawai dan beberapa daerah lainnya,” katanya.
Sementara itu, Pakar Pariwisata dari Fakultas Pariwisata Politeknik Negeri Padang (PNP) , Novi Yanita menilai, dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang telah dianggarkan oleh Pemprov Sumbar bagi Kabupaten dan Kota, hendaknya digunakan untuk membenahi aspek kebersihan, kesehatan, keamanan dan kelestarian destinasi wisata.
Novi menyebut, pembenahan prinsip-prinsip Cleanliness, Health, Safety dan Environment Sustainability atau CHSE, perlu menjadi perhatian semua pihak. termasuk pemerintah Provinsi maupun Kabupaten Kota.
“Aspek CHSE ini sangat berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan pengunjung dan wisatawan . Jika ini dibenahi dan semakin membaik, kunjungan wisata ke suatu destinasi pasti akan bergairah,” ujarnya kepada Haluan Jumat (14/7).
Menurut Novi, dana BKK pengembangan destinasi wisata daerah yang nominalnya cukup besar ini, penggunannya mesti dimaksimalkan untuk meningkatkan kualitas hal-hal mendasar seperti halnya ketersediaan toilet yang bersih dan layak.
Atau bahkan penyediaan tempat-tempat sampah maupun sarana kebersihan lainnya yang sampai saat ini masih menjadi problem utama pengembangan pariwisata Sumbar.
“Selain aspek CHSE, dana BKK juga bisa digunakan untuk menambah ikon atau atraksi wisata buatan di destinasi. Tujuannya adalah untuk menambah daya tarik yang akan ditawarkan bagi wisatawan,” tambahnya.
Novi meyakini, semakin banyak atraksi yang tersedia di destinasi wisata, maka akan semakin tinggi potensi kunjungan destinasi. atas dasar itu, agar destinasi wisata perlu terus dipoles dan dibangun sedemikian rupa.
“Terakhir, BKK juga mesti digunakan untuk membuat, memperbaiki atau meningkatkan akses menuju destinasi wisata. Peningkatan akses destinasi wisata ini cukup krusial. apalagi persoalan akses ini adalah pertimbangan utama bagi wisatawan,” ucapnya.
lebih lanjut, Novi berharap agar pemerintah daerah dan provinsi bisa bekerja dalam semangat kolaborasi, sinergi dan kerjasama, sebab menurut dia, sektor pariwisata tidak bisa dibangun secara sendiri-sendiri atau parsial.
“Kerjasama, kolaborasi dan sinergi mutlak diperlukan, tidak hanya dalam pembangunan fisik. tapi juga dalam pembangunan masyarakat sadar wisata yang ramah wisatawan,” ujar. (*)