Banyak orang datang ke Masjid Jogokariyan, Yogyakarta untuk studi tiru manajemen pengelolaan masjid, termasuk merasakan pengalaman salat Subuh rasa salat Jumat. Apakah Sumbar sebagai daerah berlandaskan ABS-SBK dapat memiliki dua-tiga masjid sekaliber Jogokariyan?
DMI Sumbar baru-baru ini mengirimkan beberapa utusan untuk mengikuti workshop tentang pengelolaan masjid di Masjid Jogokariyan. Diharapkan nanti pengurus masjid yang mengikuti workshop bisa meniru bagaimana pengelolaan yang dilakukan Jogokariyan, sehingga memberikan dampak dan juga jadi salah satu ikon dalam wisata religi.
Jika berbicara Sumbar, melihat perkembangan hari ini masih butuh waktu yang relatif lama agar masjid kita bisa setaraf Jogokariyan. Sebab, saat ini masjid kita di Sumbar belum terkelola secara maksimal dan profesional layaknya Masjid Jogjakariyan.
Aktivitas masjid 24 jam dan pelayanan yang diberikan kepada yang datang itu butuh tenaga profesional. Sementara yang namanya profesional itu tentu bicara masalah pendanaan, upah atau gaji ya. Tidak mungkin juga nanti orang diberikan tugas mengelola masjid, menghabiskan waktu dan tenaganya untuk mengelola, tapi tidak mendapatkan apa-apa.
Masih ada hambatan kultur atau hambatan psikologis bagi kita untuk bergerak lebih jauh ke arah sana, masih banyak yang tidak nyaman menerima uang atau gaji dari masjid. Belum banyak yang mau bergerak untuk pengelolaan masjid dan memberikan pelayanan, seperti yang dilakukan Masjid Jogokariyan.
Dan ini yang masih kita carikan formulanya. DMI Sumbar optimistis masjid makmur dan memakmurkan bisa terwujud di Sumbar. Jika ini terjadi, orang akan menjadi butuh kepada masjid dan masjid pun akan ramai dikunjungi orang, terutama untuk ibadah. (*)