LIPUTAN EKSKLUSIF: Ketua DMI Sumbar Prof Duski Samad, Masjid di Sumbar Kaya Nilai untuk Jadi Tujuan Wisata

Duski Samad

Ketua DMI Sumbar Prof Duski Samad

Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sumbar mendukung agar masjid bisa dikelola lebih baik dan mampu berperan dalam memakmurkan masyarakat yang tinggal di sekitar masjid, termasuk mempersiapkan masjid sebagai salah satu destinasi wisata religi di Sumbar.

Namun, sebelum bergerak lebih jauh, DMI Sumbar meminta agar fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah dan kemaslahatan umat tidak dikesampingkan. Wacana menjadikan masjid sebagai salah satu produk wisata religi hendaknya memperhatikan etika kemasjidan.

Masjid harus tetap memainkan perannya sebagai rumah ibadah, pengembangan umat dan menciptakan ketentraman di tengah masyarakat dan lingkungan.

Berapa jumlah masjid dan tempat ibadah lainnya di Sumbar?

Dari data Tahun 2021 yang dimiliki DMI Sumbar, masjid di Sumbar itu berjumlah sekitar lima ribu lebih dan musala atau surau berjumlah lebih dari 10 ribu. Total ada 15 ribu masjid, musala dan surau yang ada di Sumbar.

Berapa banyak yang layak dijadikan objek wisata religi?

Dari total 15 ribu itu baru beberapa yang tampaknya dikunjungi oleh orang atau pendatang, dan itu orang yang datang masih banyak disebabkan untuk melihat keindahan dari arsitektur dan bentuk fisik dari masjid saja.

Di antaranya, Masjid Raya Sumbar, Islamic Center Padang Panjang, dan Masjid Al Hakim di Pantai Padang.

Apa saja kegiatan dan nilai-nilai yang bisa “dijual” untuk menggairahkan wisata religi di Sumbar? Misal keunikan arsitektur masjid lama dan bersejarah, iven dan sebagainya.

Sebenarnya di samping keindahan bangunannya, yang paling bisa menarik di masjid-masjid kita di Sumbar itu adalah nilai historikal dan peran masjid dalam pengembangan Islam di Sumbar, sejarah soal bagaimana masjid berperan dalam mewujudkan keserasian lingkungan dan masyarakat.

Hal ini yang bisa ditonjolkan dari masjid kita di Sumbar. Dan ini yang seharusnya dicarikan formula, agar masjid yang bersejarah ini bisa jadi salah satu daya tarik bagi pengunjung.

Kebersihan dan layanan di rumah ibadah masih jadi tantangan di Sumbar. Apa upaya DMI mengatasi ini?

Kami sudah beberapa kali memberikan pendampingan dan pelatihan untuk pengurus masjid di Sumbar. Pelatihan ini bertujuan, agar masjid makmur dan memakmurkan itu bisa terealisasi.

Saat ini, kami juga tengah menyusun beberapa program pelatihan dan pendampingan untuk pengurus, agar masjid kita di Sumbar ini bisa dikelola dengan baik dan memberikan dampak bagi masyarakat yang tinggal di sekitar masjid.

DMI Sumbar saat ini juga bekerja sama dengan Bank Nagari dan BNI dalam mewujudkan masjid makmur dan memakmurkan itu. Kami sudah bergerak di kabupaten dan kota, salah satunya dalam program digital masjid.

Diharapkan dalam dua tahun ini, semua informasi tentang masjid di Sumbar ini bisa diakses di mana saja oleh semua orang, termasuk soal sejarah dan program yang dijalankan masjid.

Imbauan DMI Sumbar kepada pemerintah, pengurus masjid, pelaku kepariwisataan dan masyarakat dalam pengembangan pariwisata religi dan budaya?

Wacana untuk menjadikan masjid sebagai salah satu kunjungan wisata religi itu harus memperhatikan etika kemasjidan. Ini yang harus dibangun sedari awal.

Pengurus masjid juga harus punya komitmen bahwa masjid itu berfungsi sebagai tempat ibadah dan kemaslahatan umat. Jangan sampai nanti wisatanya yang ditonjolkan. Masjid harus tetap menjalankan fungsi sebagai rumah ibadah, pengembangan umat dan menciptakan ketentraman masyarakat dan lingkungan.

Jadi, wisata itu diposisikan layanan pendukung saja. Jadikan wisata itu efek bawaan dari keindahan arsitektur dan nilai historikal yang ada di masjid. Wisata diposisikan sebagai layanan pendukung saja, jangan dijadikan sebagai yang utama di masjid.

Kami di DMI punya tagline, masjid makmur dan memakmurkan. Saat ini sudah banyak masjid di Sumbar yang makmur dan ini saatnya kita fokus bagaimana masjid bisa memberikan peran lebih dalam upaya memakmurkan sekitar.

Banyak orang datang ke Masjid Jogokariyan, Yogyakarta untuk studi tiru manajemen pengelolaan masjid, termasuk merasakan pengalaman salat Subuh rasa salat Jumat. Apakah Sumbar sebagai daerah berlandaskan ABS-SBK dapat memiliki dua-tiga masjid sekaliber Jogokariyan?

DMI Sumbar baru-baru ini mengirimkan beberapa utusan untuk mengikuti workshop tentang pengelolaan masjid di Masjid Jogokariyan. Diharapkan nanti pengurus masjid yang mengikuti workshop bisa meniru bagaimana pengelolaan yang dilakukan Jogokariyan, sehingga memberikan dampak dan juga jadi salah satu ikon dalam wisata religi.

Jika berbicara Sumbar, melihat perkembangan hari ini masih butuh waktu yang relatif lama agar masjid kita bisa setaraf Jogokariyan. Sebab, saat ini masjid kita di Sumbar belum terkelola secara maksimal dan profesional layaknya Masjid Jogjakariyan.

Aktivitas masjid 24 jam dan pelayanan yang diberikan kepada yang datang itu butuh tenaga profesional. Sementara yang namanya profesional itu tentu bicara masalah pendanaan, upah atau gaji ya. Tidak mungkin juga nanti orang diberikan tugas mengelola masjid, menghabiskan waktu dan tenaganya untuk mengelola, tapi tidak mendapatkan apa-apa.

Masih ada hambatan kultur atau hambatan psikologis bagi kita untuk bergerak lebih jauh ke arah sana, masih banyak yang tidak nyaman menerima uang atau gaji dari masjid. Belum banyak yang mau bergerak untuk pengelolaan masjid dan memberikan pelayanan, seperti yang dilakukan Masjid Jogokariyan.

Dan ini yang masih kita carikan formulanya. DMI Sumbar optimistis masjid makmur dan memakmurkan bisa terwujud di Sumbar. Jika ini terjadi, orang akan menjadi butuh kepada masjid dan masjid pun akan ramai dikunjungi orang, terutama untuk ibadah. (*)

Exit mobile version