PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID — Pengelolaan Desa Wisata Apar di Kota Pariaman harus terhenti pada Agustus 2023 lalu karena masalah internal antara Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) selaku pengelola dengan masyarakat setempat.
Ketua BUMDes Apar Mandiri, Muhammad Fadel beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya mendapat penolakan sejak pertama mengemban tugas untuk mengelola area wisata itu. “Ada penolakan dari masyarakat terhadap BUMDes. Mereka mengeluh kenapa BUMDes yang mengelola, padahal kami (masyarakat) dari dulu,” ujarnya, beberapa waktu yang lalu.
Ia menjelaskan, BUMDes mulai mengelola Desa Wisata Apar sejak tahun 2019 dan harus vakum pada 2020 karena masalah tersebut. Kendati begitu, pada tahun yang sama, area wisata yang terkenal dengan hutan mangrove dan pantainya itu aktif kembali dengan perubahan besar.
“Saat itu, wisata Apar vakum selama delapan bulan. Namun, bulan Agustus, Pak Marhen (Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pariaman, red) datang ke desa dan menemui pemuka masyarakat, sehingga wisata Apar berjalan kembali meski penolakan masih tetap ada,” ujarnya.
Fadel menyebut, pada tahun yang sama Desa Wisata Apar berhasil mendapat suntikan dana pembangunan sarana prasarana sebanyak Rp1,06 miliar. Dana tersebut dialokasikan untuk membangun gazebo dan jembatan sepanjang 100 meter sebagai jalan masuk ke wilayah hutan mangrove.
Menanggapi penolakan pemuda setempat atas kehadiran BUMDes sebagai pengelola Desa Wisata Apar, Fadel mengatakan bahwa pihaknya sudah memastikan permasalahan tersebut melalui Kerapatan Adat Nagari (KAN). Ia khawatir, jika penolakan yang timbul karena masalah kepemilikan tanah ulayat yang memiliki pewaris.