Buktinya, tidak pernah satu kali pun terdengar kabar adanya gesekan antar etnis di Sumbar seperti yang telah berlangsung selama berabad-abad di kawasan sehiliran sungai Batang Arau, Kota Tua Padang dan sekitarnya.
“Itu membuktikan Sumbar sangat toleran terhadap perbedaan, suku agama dan rasa, buktinya etnis lain pun di Sumbar bisa hidup dengan aman, nyaman, tenang serta bisa beraktivitas di berbagai sektor Ekonom sosial dan budaya. Tidak ada satupun etnis yang terkesampingkan. Termasuk di kursi Legislatif sekalipun,” ucapnya.
Selain mengirimkan makna dan pesan mendalam terkait keunikan pluralisme, dan heterogenitas masyarakat di daerah itu pada masa lalu. Festival Rakyat Muaro Padang juga dinilai juga menjadi merupakan sarana edukasi sejarah bagi generasi muda.
Dengan menyaksikan betapa indahnya heterogenitas ras, tradisi, budaya dan agama yang tersaji di Festival Muaro Padang, generasi muda Sumbar diharapkan menjadi generasi yang toleran dan menghargai perbedaan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh masyarakat multi etnis yang hidup dengan harmonis di Kota Tua Padang masa lampau.
Namun demikian, setelah penyelenggaraan festival Muaro Padang ini selesai, Abdi meminta Dinas Pariwisata Kota Padang dan stake holder terkait lainnya serius dalam menggarap potensi wisata sejarah Kota Tua Padang yang beberapa waktu lalu telah dibuatkan master plan perencanaannya.
Satu hal yang paling penting untuk mewujudkan cita-cita besar pengembangan potensi wisata sejarah Kota Tua Padang, menurutnya adalah menciptakan unsur kelembagaan Badan Pengelola (BP) yang kuat.
Sebab berkaca dari pengelolaan wisata sejarah di Kota-Kota Tua lainnya di Indonesia, mereka bisa maju dan berkembang karena disana memang terdapat kelompok masyarakat yang memang benar-benar serius dan fokus mengurusi bangunan-bangunan bersejarah yang ada di Kota Tua mereka masing-masing.