Kehadiran kelembagaan BP Kota Tua Padang yang kuat, diharapkan membantu l melakukan pendekatan dan menjembatani komunikasi antara pemerintah dengan kelompok-kelompok etnik pemilik bangunan bersejarah yang ada di kawasan cagar budaya tersebut.
“Pendekatan persuasif itu penting dilakukan karena di kawasan Kota Tua Padang, memang sangat banyak areal bangunan bersejarah sakral privat milik pribadi dibandingkan dengan ruang publik,” jelasnya.
Dalam menyikapi situasi seperti itu, Abdi meminta pemerintah melakukan edukasi penyadaran kepada masyarakat setempat bahwasanya kawasan maupun bangunan yang mereka tempati sangat potensial dijadikan objek wisata sejarah.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah berserta Badan Pengelola (BP) bentukannya untuk menetapkan batasan-batasan areal tertentu terkait bagian Kota Tua Padang mana yang terbatas dikunjungi wisatawan.
Hal itu sangat penting mengingat didalam kawasan Kota Tua Padang beserta area penyanggannya, juga berdiri bangunan Masjid, Vihara, Klenteng dan bangunan sakral lainnya.
Abdi yang juga merupakan Ketua Pusat Pengembangan Desa Wisata Kreatif Fakultas Pariwisata UM Sumbar ini menekankan kesakralan nilai-nolai kearifan lokal serta keunikan yang dimiliki masing-masing etnis di kawasan Kota Tua Padang harus dijaga dan dilestarikan.
Pengembangan pun harus dilakukan pemerintah daerah dengan melibatkan secara partisipatif para tokoh perwakilan berbagai kelompok etnis yang ada di kawasan Kota Tua Padang.