AGAM, HARIANHALUAN.ID – Desa Wisata Pesona Pagadih yang secara administratif berada di wilayah Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam, menjelma menjadi daya tarik pariwisata baru di Provinsi Sumatra Barat sejak beberapa waktu belakangan.
Desa indah yang tersembunyi di balik lebatnya gugusan pegunungan Bukik Barisan nan indah menawan ini, secara mengejutkan berhasil menembus nominasi 50 besar Anugerah Desa Wisata (ADWI) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI tahun 2024.
Raihan prestasi membanggakan ini, tidak terlepas dari kenyataan bahwa desa yang didiami sekitar 2,200 penduduk ini, memiliki banyak sekali daya pikat menarik yang sangat menantang untuk dikunjungi oleh para wisatawan berjiwa petualang maupun pecinta sejarah.
Mulai dari potensi pariwisata alam, wisata budaya, wisata religi hingga wisata sejarah. Pengalaman menjelajahi beragam daya tarik pariwisata ini, dapat diperoleh wisatawan dalam satu kali perjalanan ke desa kecil yang terletak di 42 kilometer sebelah utara Kota Bukittinggi ini.
Di suatu petang jelang temaram beberapa waktu lalu, Harian Haluan berkesempatan hadir langsung menyaksikan serta merasakan langsung sajian keindahan alam Nagari Pagadih nan begitu indah mempesona.
Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Desa Wisata Pesona Pagadih, Haluan langsung disambut hangat para pemuda yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesona Pagadih.
Dari sorot mata serta tutur kata mereka yang begitu sopan namun bersemangat, jelas sekali tergambar bahwa para pemuda ini menyimpan keinginan yang begitu kuat untuk menggarap potensi pariwisata yang tersimpan di tanah kelahiran mereka.
“Harapan dan tujuan kami hanya satu. Yaitu masyarakat Pagadih sejahtera tanpa merusak alam. Dan itu hanya bisa diwujudkan lewat pengelolaan sektor pariwisata berkelanjutan,” ujar pegiat Pokdarwis Pesona Pagadih, Madrid Ramadhan mengawali perbincangan saat itu.
Bagi Madrid Ramadhan, telah cukup banyak kerusakan alam yang ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi eksploitatif seperti halnya pertambangan. Dan ia pun, tidak ingin Nagari Pagadih yang begitu ia cintai ini mengalami hal yang sama.
Menyadari hal itu, sejak beberapa tahun belakangan, Madrid Ramadhan menempuh jalan perjuangan yang begitu sunyi. Memilih meninggalkan hiruk pikuk kehidupan dunia kerja perkotaan yang semestinya bisa ia raih bermodal gelar sarjana seni yang ia miliki.
Sejak lulus dari bangku kuliah, Madrid memutuskan mengabdi di kampung halaman. Langkah itu mulai ia tapaki dengan mendirikan sanggar kesenian Sarasah Maimbau. Lewat wadah ini, Madrid mengumpulkan satu persatu pemuda Pagadih dari segala kalangan usia untuk berkesenian.
Mengawali langkah dari jalur kebudayaan, interaksi serta diskusi demi diskusi yang lakukan hari demi hari bersama kalangan muda Pagadih, akhirnya melahirkan kesimpulan. Nagari Pagadih harus dilindungi dari bahaya ancaman ekonomi eksploitatif pertambangan
Untuk mewujudkan tujuan akhir itu, masyarakat Pagadih harus dibuat sadar bahwa Nagari yang indah ini menyimpan potensi pariwisata yang sangat luar biasa beragam. Alasan ini menjadi tujuan utama berdirinya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesona Pagadih.
Lewat luasnya jejaring sosial pertemanan yang dimiliki Madrid Ramadhan dan kawan-kawan, satu persatu wisatawan dari berbagai penjuru mulai datang berkunjung ke Nagari Pagadih.
Daya tarik paling memikat bagi wisatawan berjiwa petualang, diantaranya adalah jernihnya Air Terjun Sarasah Pagadih Gadang yang sunyi namun mendamaikan, hingga indahnya pemandangan dari ketinggian Camping Ground Bukik Tontong yang begitu mempesona.
Tidak kalah indahnya lagi, adalah keberadaan Goa purbakala Bukit Ngalau Pagadih yang dipenuhi bebatuan Stalaktit dan Stalakmit yang terbentuk sejak ribuan atau bahkan jutaan tahun lalu.
Letak goa ini pun, tidak begitu jauh dari jalan utama sehingga lebih mudah diakses dengan berjalan kaki selama beberapa menit. Untuk mengunjungi Goa yang memiliki panjang sekitar 100 meter ini, wisatawan akan dipandu oleh Guide lokal yang juga menyediakan peralatan Safety lengkap.
Selain memiliki kawasan Geosite yang luar biasa, Nagari Pagadih juga menawarkan pemandangan indah hamparan luas kebun serai yang menghijau serta indahnya perkebunan Gambir dan kopi yang dikelola oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Agroforestry Alam Merdeka.
“KUPS Agroforestry Alam Merdeka, saat ini sudah mulai memproduksi produk olahan berupa teh Gambir serta kopi robusta Bundo Pagadih yang tumbuh di ketinggian 800 hingga 1,200 Mdpl,” ungkap Madrid.
Teh Gambir khas pagadih ini, memiliki cita rasa agak kelat namun sedikit manis. Begitupun dengan kopi Robusta Bundo Pagadih yang terasa agak pahit namun nikmat di lidah.
Kedua produk ini, pernah ditampilkan dalam Festival Alam Pagadih Baralek Gadang yang dihadiri langsung Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah serta pejabat Pemprov Sumbar lainnya di bulan November 2023 lalu.
Selain memiliki potensi pariwisata alam, hingga Agrowisata yang begitu indah mempesona, Desa Wisata Pesona Pagadih juga pernah menjadi saksi bisu heroisme kegigihan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Sejarah itu terekam dari keberadaan beberapa bangunan bernilai sejarah tinggi. Yaitu Surau Tuo dan makam Syekh Tuanku Jadid, serta Rumah Singgah jejak perjuangan sederetan tokoh Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang pernah disinggahi Syafruddin Prawiranegara, Mr. Assat, M. Natsir, hingga Dahlan Jambek.
Ketika pemimpin Dwi tunggal Soekarno-Hatta ditangkap pemerintah kolonial Belanda untuk melenyapkan kemerdekaan Indonesia yang saat itu baru seumur jagung, penyebar luasan informasi bahwa bahwa Republik Indonesia masih ada karena kepemimpinan telah dipindah alihkan sementara, dilakukan dari Pagadih.
“Syafruddin Prawiranegara yang berada di Bukittinggi pergi ke Bateh Aka yang terletak di Bukit Tontong Pagadih. Disana ia umumkan. Indonesia belum tamat. Itu fakta sejarah heroisme bangsa yang pernah terjadi di tempat ini,” ucap Madrid.
Berdasarkan cerita dari para tetua Pagadih, rombongan Syafruddin Prawiranegara pernah bersembunyi dan bergerilya di lebatnya hutan hujan tropis pegunungan bukit barisan Pagadih selama kurang lebih tiga bulan.
Selama masa gerilya itu, para pejuang PRRI banyak dibantu oleh alim ulama setempat bernama Tuanku Jadid yang juga menjadi salah satu dari beberapa orang pendiri Nagari Pagadih.
Syafruddin Prawiranegara diketahui juga memiliki rumah tempat perlindungan di salah satu sudut Nagari Pagadih. Rumah itu terletak di Jorong Kampuang Tigo. Konon kabarnya, rumah ini juga pernah digunakan sebagai lokasi pencetakan uang pada era perjuangan PDRI.
Sebagai basis persembunyian pejuang PDRI, pasukan kolonial Belanda juga pernah menebar teror ketakutan di tempat ini. Mereka sempat membakar rumah, menjarah ternak dan hasil panen atau bahkan membunuh dan menyiksa penduduk setempat demi menguak informasi persembunyian para tokoh PDRI.
Tekanan serta intimidasi kejam itu, pada akhirnya membuat banyak penduduk Pagadih di masa itu mengungsi dan menyebar ke daerah Palupuh, Pua Data, Koto Tinggi, Gunung Omeh, Bonjol hingga Kumpulan.
“Sejarah membuktikan bahwa Pagadih. Sejak dahulu kala adalah Negeri kaum Revolusioner. Nilai historis ini, kini menjadi warisan yang tak ternilai harganya bagi generasi muda Pagadih,” tutur Madrid.
Kini, 78 tahun pasca kemerdekaan Indonesia, Nagari Pagadih dengan segala potensinya telah menjadi salah satu desa wisata unggulan Sumatra Barat. Desa wisata Pesona Pagadih bahkan berhasil lolos ke jajaran 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024.
Guna menarik kunjungan wisatawan ke tempat ini, pemerintah nagari setempat juga telah memiliki event lokal tahunan. Yaitu Festival Batanam Padi, Festival Panen Padi, hingga event Alek Gadang Nagari Pagadih yang selalu dinanti-nantikan wisatawan
“Semoga dengan lolosnya Desa Wisata Pesona Pagadih ke jajaran 50 Besar ADWI kali ini, masyarakat di Nagari Indah bernilai sejarah ini bisa sejahtera lewat sektor pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat,” pungkas Madrid Ramadhan. (*)