Sebagai basis persembunyian pejuang PDRI, pasukan kolonial Belanda juga pernah menebar teror ketakutan di tempat ini. Mereka sempat membakar rumah, menjarah ternak dan hasil panen atau bahkan membunuh dan menyiksa penduduk setempat demi menguak informasi persembunyian para tokoh PDRI.
Tekanan serta intimidasi kejam itu, pada akhirnya membuat banyak penduduk Pagadih di masa itu mengungsi dan menyebar ke daerah Palupuh, Pua Data, Koto Tinggi, Gunung Omeh, Bonjol hingga Kumpulan.
“Sejarah membuktikan bahwa Pagadih. Sejak dahulu kala adalah Negeri kaum Revolusioner. Nilai historis ini, kini menjadi warisan yang tak ternilai harganya bagi generasi muda Pagadih,” tutur Madrid.
Kini, 78 tahun pasca kemerdekaan Indonesia, Nagari Pagadih dengan segala potensinya telah menjadi salah satu desa wisata unggulan Sumatra Barat. Desa wisata Pesona Pagadih bahkan berhasil lolos ke jajaran 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024.
Guna menarik kunjungan wisatawan ke tempat ini, pemerintah nagari setempat juga telah memiliki event lokal tahunan. Yaitu Festival Batanam Padi, Festival Panen Padi, hingga event Alek Gadang Nagari Pagadih yang selalu dinanti-nantikan wisatawan
“Semoga dengan lolosnya Desa Wisata Pesona Pagadih ke jajaran 50 Besar ADWI kali ini, masyarakat di Nagari Indah bernilai sejarah ini bisa sejahtera lewat sektor pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat,” pungkas Madrid Ramadhan. (*)