Dalam sambutannya, Prof. Anton Komaini menegaskan pentingnya kolaborasi dalam mengembangkan wisata sejarah ini.
“Membangun wisata ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Alhamdulillah, diskusi ini dihadiri oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata. Dengan adanya sinergi, kita bisa merancang konsep wisata yang bisa diukur keberhasilannya dan berdampak baik bagi masyarakat luas,” ujarnya.
Ketua Penelitian Dr. Erniwati menjelaskan bahwa ritual kematian yang diselenggarakan oleh HBT dan HTT sejak masa kolonial hingga kini telah mengalami perubahan seiring perkembangan zaman.
Ia menyoroti potensi makam-makam tokoh Tionghoa yang tersebar di sepanjang perbukitan di seberang Sungai Batang Arau. Makam-makam ini memiliki arsitektur yang unik dan nilai sejarah tinggi, sehingga berpotensi dikembangkan sebagai wisata sejarah, budaya, dan spiritual.
“Sayangnya, jika tidak dilestarikan, tradisi kematian sebagai warisan budaya intangible dikhawatirkan akan semakin terkikis oleh perubahan zaman,” jelasnya. (*)