Yonariza menilai, wilayah Sumatra akan terdampak lebih besar dibandingkan daerah lain. Dalam hal ekowisata bahari yang menyangkut terhadap mata pencaharian masyarakat lokal, perubahan iklim menjadi faktor yang dapat merusak ekowisata. “Bahaya dampak perubahan iklim dapat menutup usaha pariwisata, tentunya akan berpengaruh terhadap mata pencaharian. Terutama masyarakat yang menjual jasa ekowisata,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang, Chandra Eka Putra menjelaskan dalam pengembangan ekowisata bahari berkelanjutan tidak hanya memberikan efek positif bagi masyarakat lokal, tapi juga berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan laut dan pesisir.
“Selaku petugas keamanan tentu kami menjaga keamanan dan ketertiban umum. Karena saat ini sedang marak pedagang yang abai dengan peraturan. Sehingga itu mengganggu aktivitas dari pengunjung ekowisata seperti pantai,” ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya telah melakukan kegiatan pembersihan di daerah pantai padang untuk mendukung pengembangan ekowisata bahari berkelanjutan. Arus pasang yang kerap terjadi saat ini mengakibatkan volume sampah meningkat, sehingga berdampak pada pencemaran sepanjang pesisir pantai barat. “Sampah-sampah ini mengurangi daya dukung pengembangan ekowisata. Untuk itu mari bersama-sama menjaga lingkungan wisata sehingga wisatawan merasa nyaman saat berkunjung,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat pariwisata Mentawai, Agustinus menjelaskan bahwa ekowisata bahari sangat berpotensi dalam membangun perekonomian masyarakat. Sebab, ekowisata bahari banyak yang dapat ditawarkan untuk wisatawan. Mulai dari surfing, mangrove, budaya, selam dan wisata memancing. “Dari potensi-potensi ekowisata bahari itu tentu akan muncul berbagai unit usaha salah satunya akomodasi, restoran, pramuwisata dan bahkan open trip,” ujarnya. (*)