PADANG, HARIANHALUAN.ID — Kebijakan pemerintah dalam mengubah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) dinilai hanya sebuah pergantian nama, tanpa disertai perubahan substansial dalam mekanisme penerimaan siswa. Perubahan utama hanya terletak pada jalur penerimaan, dari sistem zonasi menjadi sistem domisili, sementara jalur afirmasi, prestasi, dan mutasi tetap dipertahankan.
Pemerhati pendidikan, Prof. Musliar Kasim menilai bahwa perubahan ini tidak membawa dampak signifikan, karena sistem zonasi dan domisili pada dasarnya memiliki konsep yang sama. Ia menegaskan bahwa sistem domisili cukup tepat diterapkan di Sumatera Barat (Sumbar), asalkan regulasi yang ada benar-benar diterapkan secara ketat. Salah satu manfaat sistem ini adalah mengurangi beban biaya transportasi bagi orang tua siswa.
Musliar menjelaskan bahwa konsep serupa diterapkan di negara maju, di mana siswa SD hanya diperbolehkan bersekolah di wilayah domisili mereka. Sementara untuk tingkat SMP dan SMA cakupannya diperluas, namun tetap dalam batas tertentu.
“Keberhasilan sistem ini juga harus didukung oleh pembangunan sekolah yang merata sesuai dengan populasi penduduk. Jika hal ini berjalan dengan baik, maka siswa tidak perlu lagi menempuh jarak jauh untuk bersekolah,” tuturnya, Rabu (5/3).
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa meskipun ada transportasi umum atau orang tua yang menyediakan kendaraan bagi anak-anak mereka, aturan sebenarnya tidak mengizinkan pelajar menggunakan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, pemetaan sekolah yang sesuai dengan konsentrasi penduduk menjadi kunci utama dalam penerapan sistem ini.
Terkait siswa yang tidak diterima di sekolah negeri, Musliar menekankan bahwa sekolah swasta yang menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seharusnya dapat menjadi alternatif tanpa menimbulkan kendala.
Ia juga menyoroti permasalahan kecurangan dalam sistem zonasi sebelumnya, seperti manipulasi Kartu Keluarga (KK) untuk mendapatkan kursi di sekolah tertentu. Menurutnya, masyarakat juga harus mendukung sistem ini dengan tidak melakukan praktik-praktik kecurangan tersebut.
“Selain itu, pemetaan dan pemerataan tenaga pendidik juga perlu diperhatikan. Pemerintah daerah (pemda) harus melakukan mutasi guru secara merata ke seluruh sekolah agar kualitas pendidikan tidak timpang. Dengan demikian, tidak ada lagi stigma bahwa sekolah tertentu lebih unggul dibandingkan yang lain,” ucapnya.
Sebagai mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musliar menekankan bahwa meskipun ada resistensi dari masyarakat, sistem domisili tetap merupakan solusi yang tepat untuk diterapkan. Namun, ia mengakui bahwa permasalahan utama saat ini adalah lokasi sekolah yang tidak merata, sehingga pemerataan pendidikan belum tercapai. (*)