Dia menyoroti berbagai situasi nyata terkini seperti krisis iklim, perubahan pola kerja, hingga kecerdasan buatan. Murid membutuhkan kompetensi berpikir kritis, bekerjasama, dan empati yang tidak didukung oleh sistem pendidikan saat ini.
Maurensyiah, guru SMA Negeri 22 Makassar menyepakati apa yang disampaikan oleh Bukik. Sebagai guru, dirinya mengaku merasa sering terombang-ambing oleh perubahan kebijakan yang tidak terasa esensial.
“Kita seringkali jadi melupakan esensi dari mendidik, menumbuhkan empati, bernalar kritis, dan peduli pada kebahagiaan murid. Kebijakan seharusnya memberi ruang bagi guru untuk terus mengembangkan kreativitas agar dapat bertumbuh bersama murid,” katanya.
Sebagai ketua Forum Guru Indonesia dan penggerak Komunitas Guru Belajar Nusantara, dia mengajak agar seluruh guru lantang menyuarakan apa yang paling penting dan menolak perintah kosong yang hanya menambah beban administratif.
Dia juga mengingatkan guru agar membangun solidaritas dan saling berbagi praktik baik untuk menghadapi berbagai tantangan di kelas. Guru tidak harus menunggu kebijakan pusat berubah tapi dapat memulai dari hal-hal kecil yang berdampak untuk murid.
“Guru bisa mulai menerapkan hal-hal kecil seperti rajin berefleksi, melakukan penilaian formatif yang sifatnya memberikan umpan balik, mendesain proyek berbasis kearifan lokal, ataupun mengajak diskusi murid tentang isu nyata di sekitarnya,” sarannya.